Kiev (ANTARA News) - Lebih dari 60 demonstran tewas Kamis kemarin ditembak dalam hari termaut kekerasan di Ukraina sejak demonstrasi pecah.

Kematian yang kini total sudah mencacapi 100 orang sejak Selasa lalu terjadi setelah para menteri luar negeri Uni Eropa di Brussels sepakat mengenakan sanksi kepada para menteri dan pejabat keamanan Ukraina karena "tangan mereka yang berlumur darah".

Presiden Viktor Yanukovych menyatakan siap memenuhi salah satu tuntutan utama para demonstran bahwa dia siapa menggelar pemilu dini.

Kanselir Angela Merkel telah menelepon Presiden Barack Obama dan Presiden Vladimir yang keduanya berbeda pandangan soal masa dengan negara bekas Uni Soviet itu.  Ketiga pemimpin menyeru penghentian pertumpahaan darah di Ukraina.

Protes jalanan yang sudah berumur tiga bulan di Ukraina berubah menjadi pertumpahan sejak Selasa malam lalu.

Tim medis pihak oposisi mengatakan lebih dari 60 demonstran ditembak mati polisi sepanjang Kamis itu saja.  Sedangkan pihak berwenang Kiev menyebutkan selama tiga hari korban tewas sudah mencapai 75 orang.

Tubuh-tubuh berlubang oleh peluru berserakan setelah demonstran bermasker melempari polisi dengan bom Molotov di Lapangan Merdeka yang menjadi pusat perlawanan berdarah melawan kekuasaan Presiden Yanukovych yang pro-Rusia.

Kedua pihak saling menuduh menggunakan petembak jitu dalam demonstrasi yang dipicu oleh penolakan Yanukovych masuk Uni Eropa November lalu dengan lebih memilih mendekat ke Moskow.

Gedung Putih dan para relawan kesehatan menuduh polisi bersenjata otomatis membunuh para demonstran.

"Mereka menembak kepala atau jantung dengan peluru sungguhan, bukan oleh peluru karet," kata relawan kesehatan bernama Natalia seperti dikutip AFP.

Menteri dalam negeri Ukraina menegaskan peluru sungguhan hanya digunakan untuk membela diri. Kementerian ini juga menuduh para ekstremis menyandera 67 tentara di salah satu gedung dekat Lapangan Merdeka.

Rabu lalu Yanukovych menyatakan akan mengakhiri krisis itu dengan menggunakan kekuatan setelah pihak keamanan mengumumkan rencana untuk melancarkan operasi sweeping antiteror.

Dia juga telah memecat jenderal utamanya yang dipuji kaum demonstran karena menolak mendukung penggunaan kekuataan dalam menghadapi demonstran.

Sang presiden juga mendapat tamparan politik hebat setelah walikota Kiev Volodymyr Makeyenko mundur Kamis itu dari partai berkuasa sebagai protes atas tragedi berdarah di kotanya.

Polisi Ukraina mengakui tidak mampu mengendalikan demonstrasi dan memaksa warga kota Kiev tetap diam di rumah, demikian AFP.

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014