Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi I DPR dari FPDIP, Sidharto Danusubroto, menegaskan Wisma ANTARA harus diselamatkan dari mafia properti di Indonesia dan dikembalikan kepemilikannya kepada LKBN ANTARA. "Saya melihat ada 'abuse of power' (penyalahgunaan kekuasaan) dalam mendirikan Wisma ANTARA. Kasus ANTARA ini seperti kasus besar lainnya dimana tanah-tanah milik negara dikuasai oleh swasta secara melanggar hukum," katanya sebelum menghadiri rapat dengar pendapat Komisi I dengan manajemen LKBN ANTARA tentang status Wisma ANTARA di Jakarta, Senin. Kasus penguasaan tanah negara oleh kelompok Pengusaha Djoko Chandra tidak hanya terjadi pada gedung Wisma ANTARA, tetapi juga terjadi pada pembangunan Gedung BRI I dan BRI II di Jakarta, karena pihak swasta aktif membangun gedung itu di atas tanah negara dengan meminjam modal dari BRI. Namun ketika gedung itu sudah berdiri, BRI malah menjadi penyewa, sedangkan pihak swasta menjadi pemiliknya. Kasus Gelora Senayan juga mirip dengan kasus gedung ANTARA tersebut, katanya. Para mafia properti, katanya, telah menguasai tanah-tanah negara, sehingga hal ini harus segera diakhiri. Sementara itu, anggota Komisi I dari FPKS, Suripto, mengatakan pemain utama dalam kasus Wisma ANTARA adalah pengusaha Djoko Chandra. "Saya kira orang ini harus diseret ke pengadilan dan semua kasus yang menyangkut pengalihan tanah-tanah negara ke pihak swasta harus dibongkar," katanya. Baik Sidharto maupun Suripto sangat sepakat untuk membuat panitia kerja (Panja) Komisi I DPR untuk mengusut kasus pengalihan kepemilikan Wisma ANTARA dari pemerintah ke Djoko Candra. Kedua anggota DPR juga mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit investigasi terhadap pengelolaan Wisma ANTARA oleh PT Anpa International. Belum dapat dividen Sebelumnya Pemimpin Umum LKBN ANTARA, Asro Kamal Rokan, menjelaskan meskipun ANTARA memiliki 20 persen saham di PT Anpa International, ANTARA belum pernah mendapatkan dividen sepeser pun. Asro mengatakan dalam dokumen-dokumen yang diperoleh BKPM, ada indikasi bahwa manajemen PT Anpa memang tertutup, sehingga audit investigasi oleh BPK sangat diperlukan. Terkait dengan kasus kepemilikan gedung ini, ada keppres tentang pemanfaatan gedung-gedung sekitar Monas yang disebut Ring 1 (Jl. Merdeka Utara, Selatan, Timur dan Barat), tidak boleh ada bangunan swasta. Wakil Presiden Jusuf Kalla Mei lalu sudah meminta masalah kepemilikan Gedung Wisma ANTARA di Jalan Merdeka Selatan 17, Jakarta Pusat, itu diperiksa, karena sampai saat ini belum memberikan manfaat yang selayaknya kepada ANTARA. "Dulu gedung itu BOT (build, operate , tranfer) tiba-tiba dimiliki orang lain. Kalau kasus Hotel Hilton bisa diperiksa, mengapa Gedung Wisma ANTARA tidak. Ini lebih salah dari Hilton," katanya. BOT (build, operate, transfer) adalah kesepakatan kedua belah pihak dimana ANTARA memiliki lahan dan pihak investor membangun gedung. Setelah jangka waktu tertentu, gedung akan dialihkan kepada si pemilik lahan. Rapat dengar pendapat Komisi I dengan manajemen LKBN ANTARA yang berlangsung sejak pukul 09.00 WIB itu dipimpin Soetadji Fraksi Partai Demokrat. (*)

Copyright © ANTARA 2006