Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi I DPR, yang membidangi Urusan Luar Negeri, Theo L. Sambuaga, menyampaikan keprihatinan dan mengecam terjadinya kudeta militer di Thailand serta mengharapkan persoalan dikembalikan kepada Raja Bhumibol Aduljadej. "Masalah tersebut seyogianya cepat diselesaikan secara demokrasi, kembalikan kepada prinsip-prinsip demokrasi, kalau perlu serahkan masalahnya kepada Raja, dan Raja akan menunjuk perdana menteri ad interim, kemudian percepat pelaksanaan pemilu yang sudah dirancang bulan depan," kata Theo Sambuaga kepada ANTARA di Jakarta, Rabu. Theo Sambuaga, yang juga Ketua DPP Partai Golkar, menegaskan tanpa bermaksud ikut campur-tangan dalam urusan dalam negeri sesama negara ASEAN, bagaimanapun kudeta tak bisa dibenarkan dan tidak demokratis. Kudeta jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Thailand sebagai negara demokrasi. Karena itu, menurut dia, sebaiknya situasi Thailand dikembalikan kepada Raja. Theo berpendapat, "Sebagai sesama negara demokrasi dan sesama anggota ASEAN kita menghormati pemerintah yang sah di sana. Sebab itu kita masih tetap berhubungan dengan pemerintah yang sah." "Demikian pula sikap kita sebagai sesama negara ASEAN, kita tetap berhubungan dengan pemerintah yang sah," kata Theo pula. Dari New York, Amerika, Pemerintah Indonesia menyampaikan harapan agar krisis politik di Thailand dapat diselesaikan dengan baik melalui langkah-langkah yang demokratis. "Pemerintah Indonesia mengharapkan agar melalui langkah-langkah yang demokratis, krisis politik di Thailand dapat diselesaikan dengan baik demi kepentingan menyeluruh rakyat Thailand," kata Jurubicara Departemen Luar Negeri (Deplu), Desra Percaya, kepada ANTARA dari New York, Selasa. Pemimpin kudeta di Thailand, Panglima Angkatan Darat Thailand Jenderal Sonthi Boonyaratglin, Rabu, mengatakan militer perlu mengambil-alih kekuasaan guna menyatukan negara itu setelah berbulan-bulan kerusuhan politik. Sonthi memberikan pernyataan singkat melalui televisi kepada seluruh rakyat Thailand sambil duduk dengan mengenakan seragam dan didampingin oleh petinggi lain militer serta polisi di hadapan gambar raja dan ratu Thailand. "Kami telah merebut kekuasaan. Undang-Undang Dasar, Senat, Majelis Perwakilan Rakyat, Kabinet dan Mahkamah Konstitusi semuanya telah dibekukan," katanya dalam pidato yang ditayangkan melalui televisi kepada seluruh rakyat Thailand. Sementara itu pejabat sementara PM Thailand Thaksin Shinawatra, yang masih berada di New York setelah menghadiri KTT Gerakan Non Blok di Havana, Kuba, belum memutuskan apakah akan pulang ke negerinya. Sebelumnya Inggris menyatakan "tak pernah senang" menyaksikan kudeta militer di suatu negara, kata Menteri Luar Negeri Margaret Beckett, Selasa, dalam reaksi pertama mengenai penggulingan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra di Thailand. "Kami tak pernah senang dengan upaya militer untuk menggulingkan satu pemerintah, jika itu yang terjadi," kata Beckett kepada wartawan di sisi Sidang Majelis Umum PBB di New York. Di Wellington, Perdana Menteri Selandia Baru Helen Clark mengutuk kudeta militer di Thailand dan, Rabu, menyerukan pemulihan demokrasi secepatnya. Sementara itu, Amerika Serikat mendesak dicapainya penyelesaian damai dan demokratis bagi kemelut politik tersebut dan tidak memihak. (*)

Copyright © ANTARA 2006