Jakarta (ANTARA News) - Lima anggota Komisi I DPR RI dari fraksi berbeda mendesak pihak eksekutif agar segera mempercepat penuntasan kasus kepemilikan gedung Wisma ANTARA di Jalan Merdeka Selatan, Jakarta. Mereka yang menyatakan hal itu, di Jakarta, Jumat, masing-masing Ketua Komisi I DPR RI, Theo L Sambuaga (Fraksi Partai Golkar), H Tosari Widjaja (Wakil Ketua Komisi I/Fraksi PPP), Soetadji (Wakil Ketua Komisi I/Fraksi Partai Demokrat), Dedy Djamaluddin Malik (Fraksi PAN) dan Joesly Nasution (Fraksi Partai Golkar). Para anggota legislatif ini dengan tegas menyatakan, asset negara ini harus diselamatkan dari upaya penguasaan atas nama individu, apakah itu orang Indonesia apalagi asing. "Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA itu flag carrier-nya negara di bidang informasi dan komunikasi. Karenanya kami tidak main-main dengan kasus ini. Sekarang kami beri kesempatan dulu kepada Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) sebagai unsur eksekutif berkompeten menanganinya secara serius," kata Theo L Sambuaga. Sementara itu, Tosari Widjaja mengatakan, masalah ini berada di bawah koordinasi pihaknya. "Kami sudah memiliki informasi yang cukup untuk menangani status tanah dan gedung itu. Sekarang memang masih berada dalam penanganan teknis pihak Depkominfo," katanya. Hal hampir senada dikemukakan Soetadji, dengan menambahkan, fraksinya sudah bertekad, tak akan membiarkan asset negara itu jatuh ke tangan asing atau swasta domestik. "LKBN ANTARA mesti dibantu untuk mendapatkan kembali haknya itu. Dan ini telah menjadi tekad fraksi kami untuk memperjuangkannya," ujar Soetadji. Sementara Joesly Nasution mengatakan, tidak ada opsi macam-macam dengan status kepemilikan Wisma ANTARA. "Tanah dan gedung di mana Wisma ANTARA itu berada, harus dikembalikan kepada pemiliknya yang sah, yakni LKBN ANTARA," katanya. Nasution juga meminta pemerintah, agar lebih memberdayakan LKBN ANTARA sebagai kantor berita resmi negara. "Kalau perlu segera diberikan anggaran tersendiri, tidak lagi harus bergantung pada Depkominto atau lembaga lain. LKBN ANTARA harus berdiri sendiri sebagai lembaga," kata Nasution lagi. Sebagaimana terungkap dalam jawaban tertulis Menkominfo kepada Komisi I DPR RI, pekan lalu, kepemilikan LKBN ANTARA atas gedung Wisma Antara sejauh ini tinggal berupa saham sebesar 20 persen. Itu pun atas nama PT Antar Kencana Utama Estate Limited di PT Anpa International. "Tetapi sejauh ini ANTARA belum pernah menerima deviden dari perseroan tersebut. Dan share 20 persen itu belakangan ada pihak yang coba mempermasalahkannya, yakni seorang ahli waris yang ayahnya dulu ditugasi ANTARA duduk pada salah satu posisi perusahaan pengelola gedung tersebut," ungkap menteri. Dalam perkembangan lebih lanjut, demikian menteri, ada banyak hal yang telah berubah, tanpa sepengetahuan dan tidak dilaporkan kepada LKBN ANTARA. Karena itu, lanjut menteri, pihaknya telah membentuk tim beranggotakan 15 orang yang antara lain bertugas melakukan penelitian dan inventarisasi permasalahan status gedung tersebut, serta merekomendasikan langkah-langkah penyelesaiannya. "Saat ini yang diprioritaskan dulu, ialah, kebijakan menyelesaikan status badan hukum LKBN ANTARA, agar dapat mengakomodasi semua permasalahan yang timbul sebagai akibat ketiadaan badan hokum tersebut. Bila badan hukum sudah ditetapkan, otomatis 20 persen saham PT Anpa International dialihkan ke LKBN ANTARA," tegas Menkominfo. Selain itu, kata Menkominto, pihaknya juga mengusulkan instansi berwenang (KPK dan lembaga berkompeten lain) melakukan audit investigasi ke PT Anpa International, untuk mengetahui kondisi perusahaan tersebut.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006