Jakarta (ANTARA News) - Jejaring anak muda yang terdiri dari akademisi, pemimpin komunitas, seniman dan pengusaha Indonesia yang tergabung dalam "Sukarelawan Indonesia untuk Perubahan" meminta masyarakat lebih kritis menyikapi hasil quick count penghitungan suara Pemilu.

Salah seorang pakar Administrasi Publik yang tergabung dalam komunitas tersebut Dr Yogi Suprayogi mengatakan,  kredibilitas sebuah lembaga survei, salah satunya, dinilai dari "pisau analisis"-nya.

"Ketika ingin melihat satu masalah, coba lihat pisau analisis seperti apa, quick count juga sama, pisau analisis seperti apa, uji pisau analisisnya, kalau perlu audit dilakukan oleh lembaga dari negara luar. Jadi dibuka saja sekalian semua," katanya.
    
Kredibilitas lembaga survey, selain dilihat dari kelengkapan proses administrasi sejak mendaftar di KPU, juga harus dilihat metode pengambilan samplingnya.
    
"Metode yang baik adalah ketika margin of error lebih kecil, kalau kita lihat dari 12-an lembaga survei itu saya pikir yang paling rendah margin of errornya, ini bukan karena keberpihakan tapi, SMRC misalnya, itu dia hanya memiliki 0,75 persen margin of error dan samplingnya 4.000, semakin banyak samplingnya maka semakin bagus, margin of error kecil maka makin bagus," katanya.
    
Lebih lanjut, peranan media massa dalam menyiarkan hasil hitung cepat juga besar. Media dinilai memiliki tanggung jawab menyertakan keterangan ketika merilis hasil hitung cepat. 
   
 "Harusnya media memberi keterangan seperti kalau kita baca peta kan ada legendanya, apa artinya margin of error, apa artinya tingkat kepercayaan 90 persen. Bagi masyarakat akademik itu hal biasa, tapi orang awam kan tidak semua mengerti," katanya.

Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014