Jakarta (ANTARA News) - PT Freeport Indonesia memastikan akan membangun pabrik pengolahan dan pemurnian atau smelter di lahan milik PT Petrokimia Gresik di Gresik, Jawa Timur.

Presiden Direktur Freeport Indonesia Maroef Syamsuddin mengatakan kepada wartawan di Jakarta, Kamis, bahwa perusahaannya akan menandatangani nota kesepahaman (MoU) tentang penggunaan lahan itu dengan Petrokimia Gresik.

"Pada Rabu (21/1) sore kami baru ada kepastian pakai lahan milik Petrokimia Gresik dan akan ada MoU," katanya.

Mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara itu mengatakan Freeport juga menjajaki untuk memasok asam sulfat yang merupakan produk samping smelter untuk bahan baku Petrokimia Gresik selain memasok batu kapur ke pabrik semen.

Maroef mengatakan perusahaannya akan memakai lahan seluas 60 hektare milik Petrokimia Gresik. Namun ia belum bisa menjelaskan apakah lahan Petrokimia Gresik tersebut disewa atau beli.

Ia juga belum bisa menjanjikan waktu pengoperasian pabrik pengolahan baru tersebut.

"Kami akan sesuaikan dengan target pemerintah," ujar Maroef, yang 34 tahun berkarir di TNI Angkatan Udara dengan pangkat terakhir Marsekal Muda (Purn).

Kapasitas pabrik pengolahan dan pemurnian baru itu direncanakan dua juta ton konsentrat per tahun dengan nilai investasi 2,3 miliar dolar AS.

Lokasinya berdekatan dengan pabrik pengolatan PT Smelting Gresik di Gresik. Infrastruktur seperti pelabuhan sudah tersedia di wilayah tersebut.

Smelting Gresik menempati areal seluas 30 hektare dengan kapasitas satu juta ton konsentrat per tahun.

Maroef menjelaskan pula bahwa perusahaan juga meneruskan kajian pembangunan infrastruktur termasuk pabrik pengolahan dan pemurnian serta pabrik semen di Papua.

Freeport, menurut dia, juga akan mengundang pihak lain termasuk badan usaha milik negara untuk membangun pabrik pengolahan dan pemurnian.

Pada 2015, Freeport akan mulai mengerjakan tambang bawah tanah untuk memasok konsentrat ke pabrik pengolahan dan pemurnian tersebut.

Nilai investasi kegiatan tambang dan infrastruktur yang disiapkan mencapai 15 miliar dolar AS. Saat ini, Freeport sedang meminta perpanjangan kontrak untuk mengembalikan investasi itu.

Ke depan, Freeport berencana memproduksi bijih 200-240 ribu ton per hari dengan produk konsentrat 2,5-3,6 juta ton per ton.

Maroef juga mengatakan perusahaannya konsisten mematuhi peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia termasuk Undang-Undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara beserta aturan di bawahnya.

Namun dia mengakui bahwa selama ini Freeport lambat merespons kebijakan pemerintah.

"Saya akui selama ini masih di jalur lambat. Ke depan, Freeport akan berada di jalur cepat sesuai keinginan pemerintah," ujarnya.

Sebelumnya, Freeport sudah menyetor jaminan 115 juta dolar AS atau lima persen dari perkiraan investasi 2,3 miliar dolar AS.

Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015