Nusa Dua (ANTARA News) - Menteri Perhubungan (Menhub) Hatta Rajasa menegaskan sampai saat ini Indonesia tidak mengakui keberadaan penerbangan berkonsep murah (low cost carrier/LCC) dan tidak akan mengeluarkan regulasi yang jelas soal itu. "Indonesia tak akan keluarkan regulasi soal LCC, khususnya pengakuan eksistensinya (istilah baku dan lainnya)," katanya kepada pers usai membuka Pertemuan Dirjen Perhubungan Udara se-Asia Pasifik di Nusa Dua, Bali, Senin. Sebelumnya, pertemuan Asosiasi Penerbangan Asia Pasifik (AAPA) ke-50 di Osaka Jepang, menyebut LCC di Asia Pasifik telah tumbuh dan merebut pangsa pasar sekitar sembilan persen dan trennya diduga berkontribusi terhadap insiden dan kecelakaan pesawat di kawasan ini. AAPA beranggotakan 17 maskapai utama di Asia Pasifik. Indonesia diwakili oleh PT Garuda Indonesia. Menurut Hatta, fenomena LCC memang sedang tumbuh, termasuk di Indonesia, dan pemerintah hanya memberikan toleransi penghematan dan efisiensi pada hal-hal di luar keselamatan penerbangan (security dan safety), misalnya katering dan pelayanan. "Jadi, untuk 'safety' dan 'security', tidak ada standar yang berbeda. Semua maskapai, apakah 'full service airline' maupun LCC, harus bertanggung jawab dan menerapkan standar 'security' dan 'safety' yang sama," katanya. Hatta menegaskan LCC semestinya didukung oleh industri penerbangan yang juga efisien, bukan malah mengurangi unsur keselamatan penerbangan. "Dengan kata lain, tak ada hubungannya antara LCC dengan aspek keselamatan penerbangan," katanya. Menyinggung tentang dugaan meningkatnya insiden dan kecelakaan pesawat di Indonesia terkait dengan mengendurnya aspek keselamatan penerbangan oleh operator, Hatta membantah hal itu. Menurut Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini, pertumbuhan industri dan penumpang pesawat udara di Indonesia yang mencapai 22 persen per tahun seharusnya diikuti oleh infrastruktur pendukung seperti bandara dan lainnya. "Dan ternyata, rasio tingkat kecelakaan pesawat udara dalam beberapa tahun terakhir dengan pertumbuhan industri ini, trennya menurun," katanya tanpa menyebut angka penurunan yang dimaksud. Sementara, Direktur Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) Wilayah Asia Pasifik, Lalit B. Shah, menegaskan bahwa di Asia Pasifik memang tidak ada istilah yang baku soal fenomena LCC ini. "Yang penting mereka ini tetap menerapkan standar keselamatan penerbangan yang sama dengan lainnya," katanya. Low fare Senada dengan Hatta, Dirjen Perhubungan Udara, Dephub, M. Iksan Tatang, mengemukakan Indonesia sejauh ini tidak akan pernah menyebut istilah tertentu tentang fenomena LCC secara tegas. "Yang ada prakteknya adalah 'low fare' (tarif rendah). Bandara-bandara juga belum siap menyediakan secara khusus terminal untuk mereka," kata Tatang. Sementara itu, ketika pemain LCC Indonesia ini ke luar negeri, seperti di Bandara Changi Internasional, ternyata tidak mau menempati terminal yang disiapkan untuk LCC. "Hanya Tiger Airways yang mau di terminal murah Changi," kata Tatang. Senada dengan Tatang, Direktur Operasi dan Teknik PT Angkasa Pura II, I Made Dhordy menegaskan para operator baru maskapai di Indonesia saat ini banyak yang mengklaim sebagai LCC tetapi prakteknya tidak. Sejumlah maskapai yang ditengarai mengklaim dirinya LCC antara lain Lion Air, Wings Air, Adam Air, Sriwijaya Air, dan Batavia Air. Anehnya, kata Dhordy, salah satu maskapai domestik malah mendapatkan penghargaan sebagai LCC di Singapura, baru-baru ini. "Untuk itu, sebaiknya dipertegas, ada atau tidak LCC ini di Indonesia," kata Dhordy. Bagi PT Angkasa Pura II sendiri, tambah Dhordy, pihaknya telah membatalkan rencana peruntukan terminal III yang segera akan dibangun, untuk LCC ini. "Biar tidak bingung dan memang jika dihitung-hitung, tarif terminal LCC tidak masuk," kata Dhordy. (*)

Copyright © ANTARA 2006