Jakarta (ANTARA News) - Ny. Shinta Nuriyah Wahid, Ibu Negara pada 1999-2001, di Jakarta, Jumat, menegaskan bahwa Islam sejak zaman Nabi Muhammad SAW mengajarkan budaya perkawinan monogami dan bukan poligami. "Dalam Al-Quran disebutkan manusia tidak akan mungkin bisa berbuat adil, jadi jelas melalui ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa Islam itu mengajarkan monogami bukan poligami," kata istri KH Abdurrahman Wahid itu. Shinta, yang tokoh Mualimat Nahdlatul Ulama (NU), juga mengutip kisah sahabat sekaligus menantu Nabi Muhammad SAW yang bernama Ali bin Abi Tholib pernah meminta izin untuk berpoligami kepada sang mertua. Permintaan itu ditolak dengan tegas oleh Nabi Muhammad, dan diucapkan di depan publik sebanyak tiga kali. Shinta mengatakan, kisah itu mengajarkan kepada umat Islam bahwa Rasul melarang poligami, karena pelarangan terhadap permintaan Ali itu diucapkan di depan umum. "Jadi, perintah itu pastilah berlaku umum, sebab kalau hanya berlaku untuk Ali pasti tidak akan diucapkan di depan publik," katanya. Ketua Yayasan Puan Amal Hayati itu mengemukakan pula, meminta kepada semua pihak untuk jangan memahami ayat-ayat dalam Al-Quran secara sepotong-sepotong dan tekstual, tetapi harus memahaminya secara utuh dan kontekstual. Ia juga menyatakan penolakannya terhadap praktik poligami, karena praktik tersebut bukan merupakan jaminan kebahagiaan, tetapi justru penderitaan dan permasalahan baru dalam kehidupan berumah tangga. Menurut dia, poligami berpotensi menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan bagi perempuan dan anak-anak, karena banyak fakta di lapangan menunjukkan perempuan mengalami tekanan mental, malu, bahkan gila dan saling menyakiti akibat praktik poligami. "Saya meminta pemerintah untuk intervensi dalam mengatasi akibat dari poligami, yaitu tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak," katanya. Perempuan pecinta anggrek itu mengatakan, tidak dibenarkan praktik poligami yang dilakukan seseorang dengan melegitimasinya atas nama agama. "Karena, setahu saya, dalam Al-Quran kata-kata adil yang digunakan ada dua, yaitu qasata dan adala," katanya. Ia menjelaskan, qasata (baca: qosato) adalah keadilan atas dasar material, dan adala adalah keadilan dalam bentuk imaterial, termasuk cinta dan kasih sayang. "Adala digunakan untuk kasus poligami. Jadi, apakah seseorang bisa menakar keadilan untuk perasaan cinta dan kasih sayang? Sedangkan, Al-Quran telah dengan tegas menyatakan tidak mungkin," katanya. Oleh karena itu, Shinta berharap kepada semua pihak, agar dapat bekerja sama dalam menciptakan masyarakat yang bebas poligami dan bentuk-bentuk diskriminasi dan kekerasan lainnya terhadap perempuan dan anak. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006