Jakarta (ANTARA News) - Maha Pandita Utama Suhadi Sendjaja mengatakan Indonesia tidak perlu ikut-ikutan Amerika Serikat yang melegalkan perkawinan orang berkelamin sejenis, karena tidak sesuai dengan norma-norma yang dianut negeri ini.

"Kita harus punya pendirian. Kalau ada orang lain yang berbeda dengan kita, tidak harus diikuti. Kita tetap harus memilih yang benar," kata Suhadi Sendjaja dihubungi di Jakarta, Jumat.

Karena itu, Ketua Umum Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu itu mengimbau masyarakat Indonesia, khususnya umat Buddha, untuk berlaku sesuai dharma dan kewajaran serta seirama dengan hukum alam untuk mencapai kesejahteraan hidup.

Suhadi mengatakan homoseksualitas dan perkawinan sejenis merupakan tindakan yang tidak wajar dan bertentangan dengan hukum alam. Ajaran Buddha sangat menjunjung kewajaran dan hukum alam sehingga menolak perkawinan sejenis.

"Memang larangan perilaku homoseksual tidak tercantum dalam sastra-sastra Buddha. Namun, hukum agama Buddha berdasarkan kepada kewajaran dan hukum alam," tutur Wakil Ketua Widyasabha Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) itu.

Isu homoseksualitas mengemuka setelah Amerika Serikat melegalkan perkawinan sesama jenis di seluruh negara bagian. Pelegalan itu dianggap sebagai kemenangan oleh kelompok lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) dan para pendukungnya.

Salah satu bentuk euforia terhadap pelegalan itu adalah pemasangan warna-warni pelangi pada foto profil media sosial dan tanda pagar #LovesWin. Euforia serupa juga dilakukan sebagian pengguna media sosial di Indonesia.

Kalangan agamawan di Indonesia menolak pelegalan tersebut dan menilai bahwa keputusan pemerintah Amerika Serikat tersebut lebih disebabkan faktor politis.

Pemerintah yang berkuasa saat ini, Presiden Barrack Obama, berasal dari Partai Demokrat yang dinilai lebih liberal dan sejak semula mendukung kelompok LGBT. Dalam kampanye, Obama juga menyatakan akan melegalkan perkawinan sejenis.

Sikap Partai Demokrat itu bertolak belakang dengan Partai Republik yang lebih konservatif dan dinilai menjunjung norma. Partai Republik, yang banyak mendapat dukungan kelompok Kristen, menolak perkawinan sejenis.

Perbedaan sikap kedua partai itu juga ditunjukkan dalam isu aborsi. Partai Demokrat bersikap "pro-choice" dengan mendukung diperbolehkannya aborsi, sedangkan Partai Republik bersikap "pro-life" dengan menolak aborsi tanpa alasan medis yang bisa diterima.

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015