Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah tokoh masyarakat Papua meminta penyelesaian masalah terkait kontrak karya PT Freeport melibatkan rakyat dan pemerintah Papua serta tidak meminggirkan mereka.

Hal ini disampaikan sejumlah tokoh tersebut di Jakarta, Rabu, menanggapi ramainya proses politik sidang MKD terhadap Ketua DPR Setyanto Novanto terkait dugaan mencatut nama Presiden untuk meminta saham kepada PT Freeport Indonesia.

Mantan Anggota DPR RI asal Papua Ruben Gobay mengatakan, selama ini Freeport hanya menjadi urusan pusat dan tidak melibatkan masyarakat maupun Pemerintah Papua.

Padahal tambang Freeport berada di wilayah hak ulayat masyarakat Papua dan dampak kerusakan lingkungan akibat pertambangan juga dirasakan oleh masyarakat Papua.

Untuk itu, ia meminta Pemerintah Pusat melibatkan masyarakat Papua dalam menangani perpanjangan kontrak tersebut.

Menurut dia, Pemerintah Daerah Papua dan Papua Barat selayaknya mendapatkan minimal 20 persen saham PT Freeport Indonesia untuk pembangunan sekaligus upaya untuk mengatasi dampak lingkungan pertambangan PT Freeport.

"Selayaknya 30 persen, namun 20 persen alokasi, 10 persen Papua dan 10 Papua Barat juga masih masuk akal," katanya.

Kepala Perwakilan Ombudsman Papua Iwanggin Sabar Olif mengatakan, adanya kontrak karya tanpa melibatkan masyarakat Papua telah merugikan masyarakat Papua. Untuk itu, perlu diubah agar masyarakat Papua dapat terlibat dalam negosiasi.

Selain itu, mengomentari sidang MKD, Olif berpendapat sepantasnya Ketua DPR Setya Novanto dicopot dari jabatannya. Selain itu juga meminta agar penegak ukum menindaklanjuti rekaman percakapan Ketua DPR bersama pengusaha Riza Chalid dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Syamsuddin.

"Karena itu sudah melakukan penyalahgunaan wewewang, itu malpraktik administrasi," katanya.

Pewarta: Muhammad Arief Iskandar
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015