Jakarta (ANTARA News) - Ernest Prakasa tumbuh besar dengan diskriminasi semata-mata karena dia adalah keturunan etnis Tionghoa yang tinggal di Indonesia. 

Ejekan berbau rasis sudah biasa didengar oleh telinga Ernest yang mempertanyakan mengapa orang menindasnya hanya karena dia minoritas. 

Ernest ingin mengubah nasib pahitnya dengan berteman dengan orang-orang pribumi yang selama ini memperlakukannya berbeda. Bekal makanan sekolahnya diambil sudah jadi hal lumrah. Dipanggil sebagai "Cina" juga bukan hal mengherankan. Dipalak di angkutan umum pun sudah biasa. 

"Engkong kita Cina, orang tua kita Cina, anak-anak kita nanti juga Cina," kata Patrick (Morgan Oey), sahabat Ernest yang ragu keturunannya kelak diperlakukan dengan baik oleh masyarakat karena masalah perbedaan ras.

Demi memutuskan mata rantai penindasan, Ernest bertekad mencari seorang istri pribumi agar keturunannya kelak dapat tumbuh dengan tenteram tanpa penindasan hanya karena bermata sipit.


Ketika menjadi mahasiswa di Bandung, dia menemukan Meira (Lala Karmela), seorang perempuan Sunda yang menarik hatinya.

Meira menjadi jawaban dari cita-cita Ernest. Meski sempat mendapat rintangan dari ayah Meira (Budi Dalton) yang pernah mengalami hal buruk dengan orang Tionghoa, Ernest dan Meira akhirnya menikah. 

Namun, Ernest masih gundah karena memiliki istri pribumi belum menjadi jaminan bahwa anaknya juga akan berwajah pribumi. Ernest kerap membayangkan anaknya ternyata berwajah seperti dirinya dan mengalami penindasan yang sama ketika dia masih kecil. 

Di sisi lain, Meira yang ingin segera punya momongan merasa sedih karena sang suami tak kunjung siap menjadi seorang ayah.

 
Menertawakan kenangan mengenaskan

Dalam film "Ngenest Kadang Hidup Perlu Ditertawakan", kegetiran dan kenangan pahit serta mengenaskan yang dialami komika Ernest Prakasa disajikan dalam sentuhan komedi. 

"Lewat komedi, saya belajar menertawakan apa yang sudah terjadi, dendam itu tidak ada gunanya, jadi ditertawakan saja," ujar komedian 33 tahun itu.

Ernest diberikan kesempatan mengeksplorasi banyak hal dalam film yang diadaptasi dari bukunya.  Selain menjadi pemeran utama, dia juga menulis skenario serta menyutradarai "Ngenest". 

"Maruknya nggak nanggung-nanggung," seloroh Ernest yang namanya mulai dikenal setelah meraih peringkat ketiga Stand Up Comedy Indonesia 2011.

Awalnya dia tidak berani langsung terjun sebagai sutradara. Namun, Ernest diyakinkan untuk menjajal juga dunia di belakang layar agar memiliki akses tidak terbatas untuk  mengarahkan adaptasi tulisannya ke medium layar lebar.

Menulis skenario adalah hal baru bagi pria yang mendirikan komunitas Stand Up Indo bersama  Raditya Dika, Pandji Pragiwaksono, Isman H. Suryaman dan Ryan Adriandhy.

Dia berkonsultasi dengan Jenny Jusuf, penulis skenario "Filosofi Kopi", dan menyelesaikan skenario "Ngenest" dalam waktu empat bulan. Menurut Ernest, tantangan menulis skenario adalah merangkai cerita dalam buku agar menjadi sebuah kisah utuh dengan dramaturgi baik.

Pengambilan gambar yang berlangsung di Jakarta dan Bandung dijalani selama tiga pekan. 

Sebagian pemeran dipilih oleh Ernest, seperti Morgan Oey yang dianggapnya dapat menghidukan karakter Patrick sahabatnya. 


Penyanyi Lala Karmela yang terpilih lewat audisi juga tampil apik memerankan istri Ernest Prakasa meski ini adalah kali pertamanya tampil di layar lebar. 

Ernest juga mengajak para komika yang belum mendapat kesempatan bermain di layar lebar agar dapat bersinar. 

"Ngenest" juga dibintangi oleh para komika seperti Ence Bagus, Arie Kriting, Muhadkly Acho, Lolox Ahmad, Adjis Doaibu, Awwe, Bene Dion dan Jui Purwoto.

Meski mendapat perannya kecil, para komika berhasil menambah bumbu komedi "Ngenest" dengan dialog-dialog jenaka.

"Ngenest" yang diputar mulai 30 Desember 2015 dibintangi juga oleh Kevin Anggara, Brandon Salim, Ferry Salim, Olga Lydia, Budi Dalton dan Fitria Sechan.

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015