Jakarta (ANTARA News) - Anggota DPR-RI Komisi VI dari Fraksi Partai Demokrat Sartono Hutomo menyambut baik pemerintah dalam pengadaan Kereta Cepat Jakarta-Bandung namun dia mengatakan proyek itu masih membutuhkan payung hukum.

"Ini harus ada landasan mengikat sehingga tidak ada kendala di kemudian hari," kata Sartono saat ditemui di Kompleks Gedung DPR/MPR, Jakarta.

Kepastian hukum melalui regulasi tersebut, kata Sartono, akan ada kepastian agar kereta cepat ini bisa selesai walau periode pemerintahan yang berganti.

"Kalau proyek kereta cepat ini dilakukan dan tidak selesai dalam periode ini, terus berganti pemerintahan kan khawatirnya tidak diteruskan karena tidak sesuai dengan prioritasnya. Karenanya dibutuhkan regulasi yang mengikat itu," ujar dia.

Proyek kereta cepat ini juga perlu dilakukan kajian lebih mendalam dari segi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan dampak sosial serta keekonomiannya.

"Butuh kajian Amdal, dampak sosial dan ekonomi, meski bila dilihat dari segi ekonomi ada nilai keekonomian yang tinggi dari proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung," ujarnya.

Bila dilihat dari perhitungan investasi, lanjut Sartono, proyek kereta cepat ini harus bisa balik modal selama lima tahun setelah penanaman investasi yang mencapai Rp70 triliun.

"Ini juga harus diperhitungkan investasinya cukup besar yakni Rp70 triliun dengan jarak sekitar 146 km. Menurut saya ini kurang efektif karena kecepatan keretanya 250 km/jam ini mubazir, namun kalau jakarta-Surabaya mungkin lebih manfaat," ujarnya.

Kereta cepat juga, kata dia, harus disesuaikan dengan segmen pasarnya. Jika harga tiket dipatok harga Rp300.000 untuk harga jualnya, maka kereta ini diperuntukkan bagi masyarakat kalangan menengah keatas.

"Jika kereta tersebut bolak balik mengangkut penumpang berjumlah 20.000 - 30.000, maka asumsi harus bayar 40 persen pada investor, kurang lebih setahun Rp800 Miliar ini paling tidak butuh puluhan tahun untuk untung," ujar dia.

Selain itu, menurut Sartono, kalau berapa pun jumlah dana yang dikucurkan oleh investor tetap saja akan memberi beban pada negara.

"Beda cerita kalau uang di negara kita melimpah dan kecuali kebutuhannya mendesak tidak masalah. Tapi kita harus rembukan, perlu dilakukan kajian mendalam dan tidak ada aturan yang dilanggar," ucapnya.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016