Jakarta (ANTARA News) - Kalangan legislatif menilai wacana pemisahan "National Gas Company" (NGC) dari "National Oil Company" (NOC) yang dilontarkan seorang pengamat sebagai hal yang tidak bermanfaat sehingga tidak perlu dilakukan.

Anggota Komisi VII DPR, Kurtubi di Jakarta, Jumat mengatakan, NGC tidak cocok diterapkan di Indonesia, sebab, selain tidak efisien, juga akan membuat pengelolaan minyak dan gas semakin semrawut dan simpang-siur.

Jika NGC diterapkan, lanjutnya, akan terjadi tumpang tindih antara perusahaan yang mengurus gas dan minyak sehingga pelaku usaha menjadi bingung, apakah akan mengikuti aturan pengelola gas atau pengelola minyak.

"Tidak perlu ada pemisahan NGC dari NOC. Daripada membahas pemisahan NCG, sebaiknya memang memikirkan cara untuk memajukan minyak dan gas, yang saat ini sangat tertpuruk karena tata kelola yang salah," katanya.

Menurut dia, Kementerian ESDM sebaiknya memprioritaskan pembahasan joint operation antara Pertagas dan PT Perusahaan Gas Negara (PGN).

Penerapan NGC, tambah Kurtubi, hanya bisa dilakukan di negara yang tidak memiliki NOC, selain itu, juga di negara yang memiliki karakteristik gas spesifik seperti Prancis yang memiliki perusahaan gas tersendiri.

Tetapi, lanjutnya, negara tersebut bukan merupakan produsen minyak yang signifikan sehingga tidak bisa ditiru Indonesia.

"Kalau (pengelolaan gas) di Indonesia dipisah, akan menimbulkan kebingungan di lapangan dan pengelolaan menjadi tidak optimal," katanya.

Menurut Kurtubi, pemisahan NGC dari NOC tidak relevan, sebab pada dasarnya, sifat minyak dan gas yang sangat mirip sehingga bisa saling bersubstitusi.

Sebelumnya pengamat energi UGM Fahmy Radhy berpendapat, saat ini Pertamina terlalu banyak memegang berbagai sektor, termasuk gas dan minyak, akibatnya, Pertamina tidak fokus sehingga sulit menjadi NOC bertaraf internasional.

Sementara itu Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengatakan, Kementerian ESDM sebaiknya mengutamakan pembahasan sinergi antara Pertagas dan PGN, daripada mengutak-atik kemungkinan pemisahan NGC dari NOC.

"Silakan saja membahas hal itu. Tapi menurut saya, yang harusnya menjadi prioritas dan harus dituntaskan pemerintah adalah masalah sinergi," katanya.

Marwan berpendapat, saat ini pembahasan sinergi, antara lain dalam bentuk joint operation memang sangat mendesak, di antaranya, penggunaan pipa bersama antara PGN dan Pertagas, tanpa campur tangan para trader.

Dengan penggunaan pipa secara bersama-sama, menurut dia, bisa meningkatkan efisiensi sekaligus bisa menekan harga jual gas kepada konsumen.

Terkait pemisahan NGCdari NOC, Marwan mengakui, NGC memang tidak cocok diterapkan di Indonesia, sehingga yang harus dilakukan justru memperkuat perusahaan energi dalam negeri yakni Pertamina untuk menjadi national energy company.

Dengan demikian, Pertamina tidak hanya mengelola energi dari hulu ke hilir, namun juga berbagai sektor energi, yakni minyak, gas, geothermal, dan sebagainya.

"Hal itu yang terjadi dengan Saudi Aramco, Iran Oil, dan Petronas. Dengan membuat NOC tersebut menjadi besar serta terintegrasi dari hulu ke hilir, akan lebih efisien dan memberikan pelayanan dengan harga murah," katanya.

Pewarta: Subagyo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016