... hitung-hitungan keekonomiannya mereka tidak pernah ditunjukkan mereka; kalau memang ini proyek yang berdampak luas kepada masyarakat, harus transparan...
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia, Danang Parikesit, menilai, adalah Kementerian Perhubungan dan Kementerian PPN/Bappenas yang juga harus membuat kajian tersendiri terkait kereta cepat Jakarta-Bandung. 

"Kementerian Perhubungan dan Bappenas seharusnya berperan sebagai 'wasit', apabila kajian yang dibuat PT Kereta Cepat Indonesia China tidak laik, maka harus bisa membuat keputusan bisa tetap berjalan atau dievaluasi kembali," katanya, di Jakarta, Jumat. 

Dia menjadi salah satu penyaji dalam diskusi publik "Menyoroti Kebijakan Kereta Cepat Jakarta-Bandung", di Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Jumat.

Pemerintah sebelumnya berargumen kereta api cepat berteknologi China itu memberi nilai tambah pada aspek ekonomi, bisnis, dan lain-lain, apalagi proyek ini dikatakan diklaim tidak memakai sepeserpun dana APBN tahun berjalan. 

Presiden Joko Widodo ingin proyek ini selesai paripurna pada 2019 atau tepat akhir masa jabatannya. 
Disebut-sebut juga stasiun pertama di Jakarta untuk kereta api cepat itu akan mengambil sebagian lahan Pangkalan Udara Utama TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. 

Pada sisi lain, ahli-ahli dari berbagai disiplin ilmu mendesak kajian lebih mendalam dan menyeluruh. Di antaranya aspek geologi mengingat kawasan itu dikepung empat sesar alias patahan Bumi, juga tangkapan air dari sisi hidrologi, dan penyuplai air bagi Waduk Jatiluhur yang memberi air irigasi bagi persawahan, dan lain-lain. 

Belanda yang menguasai teknologi perkeretaapian pada masanya --bahkan untuk ukuran Eropa saat itu-- dan membangun sistem kereta api di Indonesia sejak awal juga tidak memilih rute Jakarta-Walini-Bandung itu dalam jaringan rel kereta api Jakarta-Bandung. 

Menteri BUMN, Rini Soemarno, yang mendorong proyek itu, di satu pemberitaan nasional, menyatakan, "pengembalian" nilai investasi proyek kereta api cepat dari China itu tidak akan semata dari hasil penjualan tiket. Sandaran bisnisnya juga pada pengembangan kawasan-kawasan yang dilalui. 

Parikesit, dalam diskusi itu, menyatakan, "Kementerian Perhubungan sebagai pihak yang mengetahui di bidang transportasi ini seharusnya juga membuat kajian agar bisa menilai laik tidak kereta ini." Sementara kajian dari Bappenas penting juga sebagai kajian pembanding.

Parikesit juga menyatakan, sejauh ini tidak ada transparansi dari pihak konsorsium, yakni PT KCIC, terkait dokumen-dokumen hasil kajian kereta cepat Jakarta-Bandung. 

"Rincian hitung-hitungan keekonomiannya mereka tidak pernah ditunjukkan mereka; kalau memang ini proyek yang berdampak luas kepada masyarakat, harus transparan," katanya.

Menurut dia, meskipun proyek tersebut sepenuhnya dibiayai swasta asing dan nasional, pemerintah harus mengetahui detil terkait dampak keekonomian, investasi, dan sebagainya apabila menganggap proyek itu memberikan dampak besar bagi masyarakat Indonesia.

"Karena ada hal-hal yang tidak bisa dikontrol swasta, bagaimana dia bisa menata ruang daerah, untuk pengadaan tanah dan sebagainya," katanya.

Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi, Darmaningtyas, menyampaikan hal senada bahwa pemerintah juga harus membuat kajian, seperti prakiraan permintaan, dampak terhadap biaya investasi dan sebagainya.

Menurut dia, meskipun proyek tersebut sepenuhnya dibiayai swasta, tetapi dari sisi Indonesia konsorsium tersebut terdiri dari sejumlah BUMN. "Kalau proyek itu ambruk, BUMN dananya dari siapa, dari pemerintah juga?" katanya.

Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio, menilai seharusnya Kementerian Perhubungan yang memimpin proyek tersebut dan berhak menentukan konsorsiumnya. 

"Kalau memang ini proyek stategis nasional yang tertera dalam Perpres 107/2015, seharusnya Kementerian Perhubungan yang menentukan, bukan Kementerian BUMN," katanya.

Pengamat Transportasi Institut Teknologi Bandung, Harun Al Rasyid, juga berpendapat sama, bahwa Kementerian Perhubungan yang memiliki kendali dalam proyek tersebut. "Seharusnya Kementerian Perhubungan tidak mengatakan begitu saja bahwa ini proyek BUMN," katanya.

Pewarta: Juwita Rahayu
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016