Jakarta (ANTARA News) - Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta menyosialisasikan sistem pemanenan air hujan atau rain water harvesting (RWH) untuk pemenuhan kebutuhan air bersih bagi masyarakat ibu kota, terutama bagi siswa-siswi di beberapa sekolah negeri di Jakarta Utara.

"Teknologi ini telah diimplementasikan di Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, melalui program Water for School," kata koordinator program Water for School dan RWH Unika Atma Jaya Liling Pudjilestari dalam sebuah diskusi panel di Unika Atma Jaya kampus Semanggi, Jakarta, Senin.

Sosialisasi teknologi tersebut bertujuan agar penerapannya dapat digunakan untuk masyarakat yang lebih luas serta agar lebih terintegrasi dan bersinergi dengan program Smart City DKI Jakarta.

Kepala Unit Pengelola Teknis (UPT) Jakarta Smart City Setiaji mengapresiasi inovasi tersebut dan menyebutkan bahwa penerapan teknologi tepat guna sistem pemanenan air hujan membantu manajemen air bersih secara nonstruktural di wilayah utara ibu kota.

"Di Jakarta Utara penerapan sistem tersebut lebih tepat guna karena sumur resapan justru sering terendam banjir akibat intrusi air laut," kata dia.

Sistem pemanenan air hujan atau rain water harvesting (RWH) merupakan teknologi pengadaan air bersih dengan cara menampung air hujan dari atap bangunan yang disalurkan talang ke sebuah bak penampungan.

Air di bak penampungan tersebut kemudian disaring dengan tiga lapis, yaitu filtrasi dengan ijuk, zeolite, dan arang aktif, untuk kemudian hasil saringannya digunakan untuk keperluan layaknya air bersih.

Unika Atma Jaya melalui kerja sama dengan beberapa perusahaan memperkenalkan teknologi itu di beberapa sekolah dasar negeri dan sekolah menengah pertama negeri di Jakarta Utara. Saat ini terdapat 10 unit kontruksi RWH di Jakarta yang masih difungsikan dan dimanfaatkan untuk keperluan air bersih bagi 7.000 siswa.

Beberapa sekolah yang menggunakan sistem pamanenan air hujan di Jakarta Utara antara lain SDN Pluit 01, SDN Pluit 03, SDN Pluit 04, SDN Kapuk Muara 05, SDN Kapuk Muara 06, SDN Kamal Muara 01/02, SMPN 120 Kamal Muara, SMPN 122 Kamal Muara, dan SDN Pejagalan 01/02.

Semua infrastruktur tersebut telah diserahkan ke Pemda DKI Jakarta, sementara untuk pengelolaan dan perawatan menjadi tanggung jawab masing-masing sekolah bersama tim pengelola.

Selain itu, Liling menyebutkan bahwa biaya pembangunan satu unit sistem RWH membutuhkan dana sekitar Rp138 juta dengan biaya terbesar digunakan untuk bak penampungan yang terbuat dari beton dengan luas 42 meter kubik.

"Namun harga perawatannya murah, tidak banyak dana karena penggantian filternya murah. Pembersihan total sekitar tiga juta setiap tiga tahun," kata dia.

Edukasi Kesehatan

Koordinator Bidang Pengabdian Masyarakat Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya Evelyn Loanda mengatakan alasan pemilihan sekolah-sekolah di Jakarta Utara sebagai penerapan RWH adalah karena sekolah tersebut memiliki kesulitan sumber air bersih dan belum memiliki akses PAM.

"Air bersih hasil RWH tersebut digunakan untuk cuci tangan, wudhu, dan kebutuhan sanitasi lain, namun belum dianjurkan sebagai sumber air minum," kata dia.

Evelyn menyebutkan bahwa implementasi RWH tersebut juga menyertakan penyuluhan promosi pola hidup sehat di sekolah.

Kepala Sekolah SDN Pluit 03 Nasiman mengakui bahwa air tanah dan air PAM tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal di sekolahnya karena sudah tercemar.

Menurut dia, penerapan teknologi HRW di sekolahnya tidak hanya berdampak pada pemenuhan kebutuhan air bersih saja, namun juga berdampak pada perilaku anak-anak didiknya untuk hidup sehat dan lebih arif dalam menggunakan air bersih.

Sementara itu, Wakil Rektor IV Unika Atma Jaya Elizabeth Rukmini memaknai implementasi RWH sebagai sebuah model pembangunan kualitas manusia yang berkelanjutan. "Atma Jaya ingin mendukung Pemerintah Daerah DKI untuk membantu komunitas-komunitas yang ada di Ibu Kota," kata dia.

Pewarta: Calvinantya
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016