Kenapa sangat perlu sebuah haluan negara, sebab selama ini arah pembangunan nasional sesuai dengan visi dan misi Presiden. Padahal sesuai konstitusi, Presiden hanya menjabat selama dua periode yakni hanya selama 10 tahun maksimal,"
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengatakan wacana tentang Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dinilai merupakan hal yang penting agar pembangunan Indonesia dapat lebih terencana dan terarah dengan baik.

"Kenapa sangat perlu sebuah haluan negara, sebab selama ini arah pembangunan nasional sesuai dengan visi dan misi Presiden. Padahal sesuai konstitusi, Presiden hanya menjabat selama dua periode yakni hanya selama 10 tahun maksimal," kata Hidayat Nur Wahid dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.

Menurut dia, Indonesia merupakan negara yang sangat besar sehingga dinilai mustahil bila arah pembangunannya hanya jangka pendek atau 10 tahun saja.

Jika Presiden berganti, lanjutnya, maka tidak ada jaminan Presiden selanjutnya akan melanjutkan program Presiden sebelumnya.

Sebelumnya, Ketua MPR RI Zulkifli Hasan menegaskan pihaknya menampung berbagai aspirasi, keinginan, dan masukan yang diberikan berbagai kalangan terkait dengan beragam hal termasuk menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN)

"Dari semua keinginan tersebut yang semua sepakat adalah pentingnya disepakati adanya GBHN kembali," kata Zulkifli Hasan.

Menurut Zulkifli, terkait soal GBHN, hal itu tidak hanya berhubungan dengan permasalahan ekonomi yang direncanakan, tetapi terkait pula dengan masalah wawasan kebangsaan.

"Semua aspirasi yang muncul dari masyarakat itu akan dibahas setahap demi tahap, bila perlu dalam soal amandemen kita bertanya kepada masyarakat," katanya.

Aspirasi lain, ujar dia, antara lain adalah ada yang ingin mempertahankan UUD 1945 tetapi ada yang ingin mengamendemennya kembali untuk menyempurnakan sistem.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengusulkan agar MPR RI melakukan amendemen terbatas konstitusi atau UUD NRI 1945 guna mengembalikan posisi MPR RI sebagai lembaga tertinggi negara dan menghidupkan kembali GBHN.

"Muhammadiyah mencermati arah perkembangan bangsa sejak era reformasi, melihat adanya distorsi demokrasi, salah satunya pada posisi dan kewenangan MPR RI," kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir ketika bertemu dengan pimpinan MPR RI di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin (18/1).

Dalam tafsir Muhammadiyah, ujar Haedar, MPR RI perlu dikembalikan ke posisi sebagai lembaga tertinggi negara, serta memiliki kewenangan membuat GBHN.

Sementara itu, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Saldi Isra meminta berbagai pihak tidak terburu-buru dalam menentukan diberlakukannya kembali GBHN karena akan mempengaruhi sistem pemerintahan yang ada.

"Jangan buru-buru memilih, dimatangkan dulu. Konsekuensinya ke sistem yang ada dipikirkan. Kita tidak ingin tambal sulam," ujar Saldi Isra di Jakarta, Jumat (22/1).

Saldi berpendapat diperlukan pola atau arah baru untuk mengatasi kekurangarahan pembangunan, tetapi ia mengusulkan untuk dilakukan evaluasi pembangunan dan kerja lembaga negara lebih dulu.

Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016