Setelah keluar dari sini saya mau buka usaha, apa jualan siomay atau lainnya.
"Sebenarnya tidak betah di sini, ingin pulang," kata seorang gadis berkulit putih. Ia mengaku berumur 24 tahun tapi terlihat mungil dan rapuh.

Devi, nama gadis itu, mengenakan hijab dan masker, berbicara dengan wartawan sambil tangannya cekatan menempelkan kain dan renda di tutup gelas yang dihias.

Tutup gelas yang sudah cantik berhias, ditumpuk menjadi satu. Setelah itu tangannya kembali sibuk dengan wadah kalung untuk dipamerkan.

Sudah empat bulan Devi yang mengaku berasal dari Bekasi, rutin melakukan kegiatan itu di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya, Pasar Rebo Jakarta Timur. Wajar saja dia mahir dan cekatan menempel pernak pernik.

Kalau dia mengaku tak betah di panti, rekannya,  Wartini berpendapat lain. Wartini terlihat ceria, akrab dengan pembimbingnya maupun ke sesama penghuni panti.

"Saya betah di sini. Diajarkan macam-macam," kata Wartini yang berasal dari Banten. Sejak Desember 2015 ia sudah menghuni panti tersebut.

Usia Wartini hampir menginjak kepala empat bahkan ia sudah menyandang status nenek dari tiga cucu.

Pekerja Malam
Wartini agak takut-takut saat didekati sekelompok orang yang mengajak ngobrol, ia menjawab dengan ragu-ragu dan suara terbata-bata.

"Saya tidak ke mana-mana, ya di sini saja," jawabnya saat ditanya mengenai keberadaannya di panti khusus untuk rehabilitasi sosial korban perdagangan manusia (human trafficking) milik Kementerian Sosial itu.

Tapi dari pendampingnya diketahui Wartini terjaring razia saat menjalani profesi sebagai pekerja malam di kawasan Cibitung. Semua itu dilakukannya dengan alasan ekonomi karena sudah ditinggal suami.

Ada juga Nia yang berusia sekitar awal 20-an, ia baru saja masuk ke panti tersebut dan tengah menjalani tahap identifikasi dan registrasi.

Wajahnya yang ditutup masker dan tertutup rapat dengan jilbab. Ia duduk berhadapan dengan pendamping layaknya wawancara kerja.

Pendamping perempuan menanyakan identitas Nia dan mengisi jawaban perempuan asal Karawang itu di selembar kertas.

Diketahui Nia sudah dua kali menikah. Perempuan yang hanya sempat mengecap pendidikan Sekolah Dasar itu juga terjaring razia aparat saat berada di dunia malam.

Saat ini sekitar 30 perempuan mantan Pekerja Seks Komersial ditampung dan menjalani rehabilitasi sosial di PSKW Mulya Jaya Pasar Rebo.

Mereka terjaring razia dari berbagai wilayah di Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta dan dirujuk oleh dinas sosial setempat ke PSKW.

Latih Keterampilan
Di PSKW Mulya Jaya, para perempuan itu akan menjalani masa rehabilitasi selama enam bulan. Di panti, mereka diajarkan berbagai keterampilan dan diberi konseling serta motovasi.

Keterampilan mulai dari kuliner, menjahit, tata rias rambut dan wajah, serta membuat kerajinan tangan diberikan kepada para perempuan tersebut sesuai dengan minat dan bakat mereka.

Hasil keterampilan mereka dipamerkan di "Emje Shop" yang masih berada di lingkungan panti. Tidak kurang setiap minggunya mereka bisa menghasilkan pendapatan sekitar Rp1,5 juta dari hasil penjualan barang-barang keterampilan tersebut.

Tentunya mereka bisa ikut latihan keterampilan setelah menjalani tahap identifikasi dan registrasi lalu asessment. Pada tahap intervensi, psikolog melakukan konseling dan tes penelusuran bakat minat kepada mereka agar mereka ditempatkan dalam keterampilan sesuai dengan kemampuannya.

"Setelah keluar dari sini saya mau buka usaha, apa jualan siomay atau lainnya," ujar Wartini yang mendalami keterampilan kuliner selama di panti.

Selain dilatih keterampilan, mereka juga menjalani terapi kelompok yang bertujuan membangun kerja sama, kekompakan, solidaritas, tanggung jawab antar-sesama mereka.

Mereka juga diberi bimbingan mental berupa ceramah agama tergantung yang diimani masing-masing. Serta diberi bimbingan mental, fisik, dan disiplin.

PSKW Mulya Jaya mampu menampung 165 orang untuk satu tahap rehabilitasi sosial selama enam bulan.

Selain diberi keterampilan, Kementerian Sosial juga memberi bantuan Usaha Ekonomi Produkti (UEP) dan jadup serta biaya transportasi sampai ke kampung halaman masing-masing dengan total bantuan sebesar Rp5.050.000 per orang.

"Eks PSK dari mana saja bisa datang ke sini untuk direhabilitasi, semuanya ditanggung oleh Kementerian Sosial mulai dari permakanan, disiapkan konselor sampai biaya mereka pulang ke daerah masing-masing," kata Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa.

Pemerintah menargetkan Indonesia bebas lokalisasi pada 2019,  saat ini masih ada 100 titik lokalisasi dari 168 titik yang terdata belum ditutup.

Oleh Desi Purnamawati
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016