Manado (ANTARA News) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan gempa bumi 6,6 skala Richter di perairan barat laut Kota Ternate pada Rabu pukul 02.15 WIB bersumber dari pergerakan lempeng Filipina-Eurasia.

"Sumber gempa berasal dari pertemuan lempeng Filipina dari arah timur dan lempeng Eurasia dari arah barat sehingga terjadi penyesaran naik. Di daerah laut ini sering terjadi gempa karena pergerakan kedua lempeng aktif," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho, Rabu.

Menurut dia, meskipun gempa tektonik cukup besar dan berada pada kedalaman dangkal namun tidak mempunyai energi yang cukup untuk membangkitkan tsunami.

Masyarakat di Kota Ternate, Kota Bitung, Kota Manado, dan Halmahera Barat merasakan guncangan keras selama kurang lebih 5-10 detik.

Gempa sempat membuat masyarakat panik dan berhamburan keluar rumah, bahkan gempa juga dirasakan masyarakat Tomohon, Sulawesi Utara.

BPBD masih melakukan pemantauan dampak gempa, katanya.

Berdasarkan hasil analisis peta guncangan (shakemap), dampak gempabumi ini menimbulkan guncagan pada skala intensitas di Ternate III - IV MMI (II SIG BMKG), di Halmahera Barat III - IV MMI (II SIG BMKG), di Kota Bitung III-IV MMI (II SIG BMKG), Kota Manado III - IV MMI ( II SIG BMKG), Tondano II-III MMI (II SIG BMKG), dan Tomohon Sulawesi Utara II MMI (I SIG BMKG).

"Artinya hanya tingkat sedang. Umumnya gempa dengan kekuatan lebih dari VI MMI yang menyebabkan kerusakan bangunan," katanya.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melaporkan hingga pukul 06.00 WIB telah terjadi dua kali gempa susulan (aftershocks) dengan kekuatan M=4,3.

Masyarakat tetap waspada dan sebagian berada di luar rumah, kondisi tetap norma", katanya.

Dia mengimbau masyarakat tetap tenang, dan gempa yang selalu berulang hendaknya menjadi pengungkit untuk selalu menyiapkan diri mengantisipasi gempa.

Sebab menurut dia, korban bukan karena gempa tetapi karena bangunannya, di mana secara umum bangunan-bangunan rumah dan fasilitas umum belum dibangun dengan konstruksi tahan gempa.

"Pedoman rumah tahan gempa dan peta rawan gempa belum banyak dijadikan acuan dalam pembangunan perumahan. Tukang-tukang bangunan juga banyak yang belum paham tentang konstruksi rumah tahan gempa sehingga saat membangun juga belum memasukkan kaidah-kaidah rumah tahan gempa," katanya.

Hal ini, menurut dia adalah tantangan bersama bagaimana mengimplementasikan pengetahuan gempa menjadi sikap dan perilaku," ajaknya.

Pewarta: Karel A Polakitan
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016