"Jakarta Mall". Tulisan berwarna merah yang terpampang pada spanduk besar berwarna putih tersebut terlihat sangat mencolok di salah satu sudut Kota Mekkah, Saudi Arabia, yang kini sedang sibuk menerima kedatangan jutaan tamu Allah.

Ukuran huruf-hurufnya yang tak kecil, setinggi lebih kurang 30 cm, membuat orang yang lalu lalang tak dapat begitu saja mengabaikan spanduk yang terbentang di kawasan kompleks pemondokan jamaah haji Indonesia yang berada di Sektor Enam, Kawasan Syisah itu.

Tapi sungguh jangan berharap akan menemukan mal megah kelas ibu kota Jakarta di balik spanduk yang hanya diikat dengan tali tambang pada dua tiang itu.

Tak ada gedung delapan lantai dengan kompleks apartemen mewah menempel di punggungnya. Tak ada deretan butik-butik yang menawarkan barang-barang bermerek internasional dengan kualitas yang tak diragukan lagi.

Tak ada para pramuniaga wangi yang akan menyambut dengan ramah dan melayani para tamu untuk melakukan wisata belanja.

Alih-alih itu semua, di balik spanduk tersebut hanya berderet kios-kios nonpermanen yang tak ubahnya seperti puluhan kios pedagang kaki lima di emperan Tanah Abang yang tahun lalu digusur pemerintah kota Jakarta ke Blok G.

Barang dagangan yang ditawarkan pun bukan disusun rapi secara artistik di rak-rak karya desainer namun hanya ditumpuk atau digantung dengan pengait-pengait kayu.

Ada sekitar 10 kios yang tampak buka hari itu. Mereka rata-rata menawarkan barang dagangan yang sama. Buah tangan bagi para jamaah haji untuk keluarga di tanah air, yang rata-rata buatan China.

Mulai dari aneka jenis karpet, sajadah atau alas shalat, tasbih, gamis, syal, dan aneka jenis piranti yang terbuat dari tembaga berlapis warna kuning emas.

Di beberapa kios juga menawarkan aneka jenis kacang dan kurma.

Pada Rabu (31/8) siang, tak banyak jamaah haji Indonesia yang terlihat lalu-lalang di tempat itu. Mungkin karena matahari tepat ada di atas kepala siang itu.

Tak banyak jamaah yang rela meninggalkan nyamannya pendingin ruangan di kamar hotelnya untuk sekadar jalan-jalan di "Jakarta mall".

Jikalaupun mereka rela meninggalkan nyamannya ruangan kamar yang dilengkapi dengan fasilitas setara hotel kelas bintang tiga pasti untuk menunggu bus shalawat yang akan membawa mereka ke Masjidil Haram.

Bagi mereka yang pernah berkunjung ke salah satu sudut Pasar Tanah Abang di Jakarta, mungkin tidak asing dengan suasana "Jakarta mall" ataupun produk yang ditawarkan.

Barang-barang yang ditawarkan tak jauh beda barang-barang produksi China yang juga banyak beredar di tanah air. Mungkin jikalau ada perbedaan hanyalah pada detailnya.

Namun, semua itu tak menyurutkan niat beberapa jamaah untuk berbelanja. Beberapa orang terlihat menjinjing kantong-kantong plastik aneka warna yang berisi barang-barang belanjaan.

"Beli karpet untuk duduk-duduk di rumah," kata Akhmad (36), salah seorang jamaah dari Jakarta sambil menunjukkan barang belanjaannya.

Ia mengaku sengaja membeli karpet di Mekkah karena harganya yang lebih murah dari di Jakarta. Di kios-kios "Jakarta mall" itu ia bisa memperoleh karpet ukuran sekitar 2x2 meter dengan harga di bawah satu juta rupiah.

"Ditawar," katanya berbagi resep belanja. Sebagian besar pedagang di kios-kios itu memang mampu berbahasa Indonesia sederhana untuk melakukan tawar menawar.

Menurut para petugas haji yang telah beberapa kali bertugas di kota suci tersebut, jamaah Indonesia memang dikenal suka berbelanja dan murah hati. Oleh karena itu tidak heran menjamur kios-kios di sekitar pemondokan jamaah Indonesia.

Hampir semua kios mempromosikan barang dagangannya dengan bahasa Indonesia bahkan namanya pun semua menggunakan nama "Toko Indonesia", mulai dari toko kelontong hingga ke toko oleh-oleh.

Selain kios-kios semi permanen itu, jika malam tiba, di sekitar pemondokan jamaah haji juga akan muncul pedagang-pedagang tiban yang menggelar dagangannya di jalanan ataupun di bak belakang mobil mereka.

Barang dagangan yang ditawarkan lebih kurang sama. Walau untuk pedagang yang menggunakan truk bak terbuka mereka lazimnya menawarkan buah-buahan segar yang sudah berada dalam bungkusan-bungkusan, seperti apel, anggur, pisang, kiwi dan pear.

Mall yang Sesungguhnya
Bagi jamaah haji yang tidak suka berbelanja di bawah terik matahari dan terpaan debu pasir yang dibawa angin, maka Kota Mekkah juga menawarkan tempat belanja yang nyaman.

Salah satunya adalah Abraj Al-Bait Tower yang juga dikenal sebagai Makkah Royal Clock Tower Hotel. Gedung tinggi menjulang yang tepat berada di seberang Masjidil Haram itu biasanya dikenal oleh jamaah Indonesia sebagai Tower Zam Zam.

Dengan ketinggian 601 meter, gedung yang pembangunannya sempat memicu kontroversi itu, menaungi sejumlah hotel mewah dan pertokoan.

Gerai-gerai merk internasional dapat dengan mudah dijumpai di dalam area pertokoannya. Sebagian besar adalah merk-merk impor, mulai deretan restoran wara laba hingga gerai pakaian dan perhiasan.

Pada pekan terakhir menjelang puncak haji, dengan sekitar 128 ribu jamaah Indonesia telah tiba di kota kelahiran Nabi Muhammad SAW itu maka tidak heran bila sebagian besar jamaah yang ditemui lalu lalang di area pertokoan itu adalah jamaah Indonesia. Beberapa di antaranya telah menbawa kantong-kantong belanja.

"Beli abaya, di sini motifnya bagus-bagus," kata Erika (43), seorang jamaah asal embarkasi Solo. Dia mengaku membeli abaya untuk oleh-oleh keluarganya di rumah. Erika mengaku membeli abaya itu dengan harga sekitar 200 riyal.

Sementara itu hingga Kamis (1/9) hampir 87 persen dari 155.200 jamaah Indonesia telah berada di Mekkah siap untuk menanti puncak ibadah haji yang dijadwalkan jatuh pada 10 September. Kedatangan ribuan jamaah Indonesia itu memicu munculnya kantong-kantong Indonesia dalam radius 0-4.500 meter dari Masjidil Haram mengingat Indonesia adalah negara pengirim jamaah haji terbesar sedunia.

Jamak karenanya jika saat menyusuri Masjidil Haram, termasuk di antara Bukit Safa dan Marwa, justru celetukan-celetukan dari bahasa daerah di Indonesia yang banyak terdengar bukannya bahasa Arab. 

Oleh Gusti NC Aryani
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016