Jakarta (ANTARA News) - Psikolog klinis Rina Rahmatika menjelaskan alasan anak jadi korban kekerasan orangtua, seperti yang terjadi pada kasus Mutmainah yang memutilasi putra bungsunya (1) di Cengkareng, JakartaBarat, Minggu (2/10) silam.

Menurut Rina, anak jadi korban kekerasan bukan berarti karena dia dianggap sebagai sumber masalah. Ada kemungkinan anak hanya jadi pelampiasan emosi negatif yang dimiliki orangtuanya.

Perilaku mutilasi dalam kasus pembunuhan bisa jadi merupakan simbol dari emosi negatif mendalam yang selama ini tidak tersalurkan dengan baik.

Dalam kasus Muthmainah, ada kemungkinan pelaku memiliki emosi-emosi negatif yang selama ini belum bisa terfasilitasi dengan baik sehingga muncul menjadi perilaku agresif tersebut, misalnya kemarahan yang mendalam dan hanya dipendam, tanpa dibicarakan atau diselesaikan dengan baik. 

"Kenapa anak? Kenapa anak berumur 1 tahun? Anak adalah figur paling lemah dalam keluarga sehingga kemampuan untuk melawan dan menolaknya rendah,” kata Rina pada ANTARA News melalui surel, Rabu.

Korban jadi sasaran yang lebih mudah karena berada pada tahap usia bayi yang belum memiliki kemampuan untuk membela diri dalam pelampiasan emosi negatif.

"Ibu sendiri memiliki perasaan memiliki yang tinggi terhadap anak dan terkadang membuatnya merasa berhak untuk melakukan apapun terhadap anak tanpa mempertimbangkan kondisi dan hak anak," katanya.

Dia menambahkan, tindakan kekerasan yang mengarah kepada pembunuhan yang dilakukan oleh seseorang merupakan bentuk dari agresivitas yang dimiliki. Agresivitas  biasanya muncul disertai oleh emosi-emosi negatif seperti marah, kecewa, kesal, sedih yang berlarut, tersakiti, dan sebagainya. 

Rina menjelaskan setiap individu memiliki potensi untuk mengalami tekanan psikologis, terutama bila ia tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk mencari solusi terhadap permasalahannya, tidak terkecuali ibu rumah tangga. 

Berbagai permasalahan dapat terjadi pada ibu rumah tangga, misalnya terkait dengan perannya sebagai ibu rumah tangga, hubungan dengan pasangan, hubungan dengan keluarga besar, kondisi ekonomi hingga hubungan dengan lingkungan sosial sekitar. 

Tidak semua ibu rumah tangga memiliki keterampilan untuk menyelesaikan masalahnya, banyak dari mereka yang terkesan “membiarkan” masalah itu tetap ada sehingga menjadi berlarut-larut, hal ini lah yang tanpa sadar membuat dirinya memendam segala permasalahan. 

Rina melanjutkan, apabila tidak segera diatasi, maka bisa saja ketika ada suatu kejadian yang memicu, segala emosi negatif bisa muncul menjadi perilaku agresif seperti memarahi, berteriak dengan marah, memukul, menendang, melempar benda-benda, dan yang lebih ekstrim adalah melakukan pembunuhan. 

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016