....Momentum turunnya para arwah leluhur ini yang melatarbelakangi digelarnya sembahyang Rebutan, yaitu sembahyang untuk penghormatan sekaligus mendoakan arwah para leluhur kami agar tenang di alamnya."
Tulungagung (ANTARA News) - Umat Tri Dharma se-Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Sabtu menggelar tradisi sembahyang Rebutan dan membagikan ribuan paket sembako ke berbagai lapisan warga sekitar, sebagai ritual menghormati arwah leluhur mereka yang diyakini turun ke bumi.

Upacara sembahyangan dan pembagian sembako itu dipusatkan di Kelenteng Tjoe Tik Kiong, dengan diikuti ratusan penganut ajaran Tri Dharma yang mayoritas merupakan warga keturunan Tionghoa.

Ritual diawali dengan sembahyang CioKo yang dipimpin tokoh ajaran Tri Dharma di depan aneka sesaji yang dikumpulkan di dalam altar, dilanjutkan dengan berdoa bersama di depan Kelenteng.

Para penganut Tri Dharma kembali melakukan doa bersama di halaman tempat lokasi penyelenggaraan tradisi Sembahyang Rebutan sebelum dilanjutkan dengan pembagian 3.500 paket sembako yang terdiri dari beras, gula, minyak goreng, kopi dan mi intant.

"Tradisi ini menjadi bagian dari pelestarian budaya leluhur," kata ketua panitia sembahyang Rebutan, Lukito.

Berbeda dengan pelaksanaan tradisi serupa pada tahun-tahun sebelumnya, proses pembagian sembako kali ini berlangsung lebih tertib.

Polisi dan TNI yang membantu pengamanan ritual sembahyang rebutan sejak awal memperketat alur masuk warga yang berniat mengambil jatah sembako.

Menurut Kabag Ops Polres Tulungagung Kompol Khairil, tak kurang dari 144 personel polisi dan puluhan anggota TNI dilibatkan dalam pengamanan tersebut.

Warga lalu dikumpulkan di dalam gedung serbaguna dan diminta duduk rapi di atas lantai guna menunggu giliran pembagian sembako yang diatur sesuai barisan duduk, untuk kemudian berjalan ke arah satu-satunya pintu keluar yang telah dijaga ketat.

"Teknis pembagian tahun ini memang dibuat sedemikian rupa untuk menghindari kegaduhan ataupun kekacauan saat penyerahan paket sembako," kata Lukita.

Hingga seluruh warga menerima jatah paket sembako yang disediakan, prosesi berlangsung aman dan tertib.

Lukita mengatakan, panitia telah menyiapkan cadangan sembako untuk mengantisipasi membeludaknya warga yang datang dari berbagai penjuru Tulungagung.

"Syukurlah semua mendapat bagian. Paket sembako yang masih tersisa akan disalurkan kepada warga yang masih membutuhkan dan belum mendapat bagian," katanya.

Pelaksanaan sembahyang rebutan menurut Lukito sengaja digelar pada 9 September 2017 karena menyesuaikan berdasar tanggal 7 dalam sistem penanggalan Tionghoa.

"Setiap kelenteng memiliki perhitungan sendiri-sendiri. Beberapa kelenteng lain menggelar tradisi sembahyang Rebutan ada yang Minggu (10/9) atau hari lainnya sesuai hitung-hitungan masing-msaing pengurus," katanya.

Mengenai filosofi sembahyang Rebutan, Lukito menjelaskan bertujuan untuk mendoakan arwah leluhur umat Tri Dharma.

"Dalam keyakinan kami, pada tanggal 7 penanggalan China atau Tionghoa ini pintu gerbang di alam sana dibuka sehingga seluruh arwah turun ke bumi. Momentum turunnya para arwah leluhur ini yang melatarbelakangi digelarnya sembahyang Rebutan, yaitu sembahyang untuk penghormatan sekaligus mendoakan arwah para leluhur kami agar tenang di alamnya," kata Lukito.

Salah satu warga penerima sembako, Kristianti mengaku sudah berulang kali mengikuti tradisi tersebut.

Kendati bukan penganut ajaran Tri Dharma, kata dia, sembako yang dibagikan komunitas etnis Tionghoa sangat berguna untuk meringankan beban ekonomi masyarakat sekitar yang membutuhkan.

"Hampir setiap tahun saya ikut acara pembagian sembako dalam upacara sembahyang Rebutan ini. Siapapun yang ikut antre, termasuk anak-anak bahkan balita pun juga diberi jatah paket yang sama," katanya.

Pewarta: Destyan Handri Sujarwoko
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017