PBB/Seoul (ANTARA News) - Sekutu utama Amerika Serikat di Asia pada Selasa menyambut sanksi baru Dewan Keamanan PBB untuk Korea Utara, yang melarang ekspor produk tekstil dan mengembargo pasokan minyak untuk negara tersebut.

Korea Utara menolak resolusi tersebut dan mengatakan bahwa Amerika Serikat sengaja memancing permusuhan dan akan segera merasakan "penderitaan paling dalam".

Jepang dan Korea Selatan menyatakan siap memberlakukan tekanan lebih besar jika Pyongyang tetap melanjutkan pengembangan persenjataan nuklir dan peluru kendali.

Pemberlakuan sanksi baru pada Senin adalah ronde kesembilan resolusi, yang disepakati Dewan Keamanan PBB sejak 2006, terkait program nuklir dan peluru kendali Korea Utara.

Pada awalnya, Amerika Serikat mengusulkan sanksi lebih berat, namun harus mengalah untuk mendapatkan dukungan dari China --sekutu utama Korea Utara-- dan Rusia, yang mempunyai hak veto.

"Kami tidak bangga dengan sanksi-sanksi baru ini. Kami tidak ingin memulai peperangan," kata Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB, Nikki Haley.

"Jika mereka sepakat untuk menghentikan program nuklir, maka mereka bisa memperbaiki masa depan. Namun jika sebaliknya, kami akan terus memberi tekanan," kata Haley.

Sementara itu, Duta Besar Korea Utara Han Tae-song pada Selasa mengatakan bahwa Amerika Serikat "memancing konfrontasi ekonomi, politik dan militer".

"Delegasi saya mengecam keras dan menolak resolusi ilegal dari Dewan Keamanan PBB," kata dia.

Negaranya "siap menggunakan semua cara (untuk mempertahankan kepentingan nasional)," kata Han tanpa menjelaskan lebih jauh.

"Tindakan yang akan dilakukan Korea Utara akan membuat Amerika Serikat mengalami penderitaan paling dalam yang pernah mereka rasakan dalam sejarah," kata Han.

Dalam sanksi baru itu, semua anggota PBB harus menghentikan impor produk tekstil dari Korea Utara, yang merupakan komoditas ekspor terbesar kedua setelah batu bara. Sektor tekstil di negara itu menyumbang ekspor senilai 752 juta dolar AS atau setara dengan seperempat keseluruhan ekspor.

Hampir 80 tekstil Korea Utara diimpor oleh China.

Di Korea Selatan, kantor kepresidenan mengatakan bahwa satu-satunya cara bagi Pyongyang untuk mengakhiri pengucilan diplomatik dan membebaskan diri dari tekanan ekonomi adalah dengan mengakhiri program nuklir.

"Korea Utara harus menyadari bahwa tindakan tindak bertanggung jawab hanya akan memperkuat sanksi internasional," kata istana Blue House dalam pernyataan resmi.

Sementara itu, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe juga menyambut resolusi baru dan mengatakan bahwa kebijakan itu sangat penting untuk mengubah arah kebijakan Korea Utara.

Namun, sikap berbeda ditunjukkan China. Kantor berita Xinhua mengatakan bahwa pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengambil langkah salah dengan menolak melibatkan Korea Utara dalam diplomasi.

"Amerika Serikat harus mengubah strategi isolasi menuju komunikasi untuk menghentikan krisis di Semenanjung Korea," kata Xinhua.

Resolusi Dewan Keamanan yang baru juga melarang suplai gas padat dan cair dan memberlakukan batasan dua juta barel pertahun untuk produk minyak jadi.

China khawatir embargo minyak itu menciptakan keguncangan di negara tetangganya itu serta berdampak kemanusiaan, demikian Reuters.

(G005/B002) 

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017