Jakarta (ANTARA News) - Pakar ekonomi, Prof. DR Sri Edi Swasono, menegaskan bahwa independensi Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter tetap ada batasnya, dan Pemerintah harusnya tetap bisa mengawasi Bank Indonesia (BI), di mana BI seharusnya tetap berkonsentrasi pada pengendalian moneter. "BI tidak usah disibukkan hal-hal di luar tanggung jawab utamanya. Sekarang saja dengan keterlibatannya dalam penyedian bahan-bahan uang baik kertas maupun logam, BI bisa dikatakan sudah keluar dari jalur semestinya," kata salah seorang tokoh koperasi nasional itu di Jakarta, Senin. Dia mengingatkan, khususnya kepada anggota DPR, untuk tidak menyerahkan semua wewenang dalam mengatur mata uang Indonesia kepada BI. Sri Edi tidak setuju atas independensi yang menyatakan bahwa sektor moneter itu urusan BI dan sektor fiskal itu urusan pemerintah. "Alasannya, kebijakan fiskal dan monter itu tidak bisa dipisah secara tegas. Keduanya harus saling melengkapi. Kalau dipisah bahwa fiskal urusannya pemerintah dan moneter adalah BI, jelas akan runyam negara ini," paparnya. Terkait dengan proses pencetakan uang, Sri Edi mengatakan bahwa ada satu hal yang mesti diperhatikan pemerintah, yakni mengkaji ulang keberadaan Keppres No. 96 Tahun 2000 yang memberi kesempatan bahwa percetakan uang menjadi industri terbuka. Kondisi inilah yang memicu masuknya pihak swasta mendirikan perusahaan pencetakan uang yang tentu saja setelah mendapat izin dari BI dan Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (Botasupal). "Jika swasta terlibat dalam proses pencetakan uang, lanjut Sri Edi, kondisinya akan semakin runyam. Bukan rahasia lagi, dengan budaya KKN yang tumbuh subur, bisa dipastikan bahwa proses pengawasan akan sulit dilaksanakan. Selain itu, memicu peluang untuk praktek KKN baru," katanya. "Jika ini terjadi, lanjutnya, maka kasus pencetakan dan peredaran uang palsu bisa dipastikan akan meningkat. Karena itu, ia mengusulkan meningkatkan dasar hukum yang mengatur Peruri yang selama ini hanya setingkat PP (PP No. 32 Tahun 2006, red) diubah menjadi Undang-Undang," katanya. Dia menambahkan seharusnya BI cukup membeli uang jadi dari Peruri. Biarlah Peruri yang menyediakan semuanya, mulai dari bahan maupun produk jadinya. "Intinya, bagaimana pun juga BI harus tetap dalam pengawasan pemerintah," ujarnya. Ia khawatir jika wewenang mencetak uang ini diserahkan ke BI. Itu berarti seluruh kegiatan mulai dari pengadaan bahan uang, mencetak dan mengedarkan uang akan berada di satu tangan. Ini jelas akan menimbulkan kerawanan gawat dan memicu penyalahgunaan wewenang serta menghilangkan pengawasan silang. "Pencetakan uang harus tetap dilaksanakan oleh Peruri sebagai perusahaan negara. Sementara BI tetap sebagai bank sentral yang selain mengedarkan uang juga tetap melakukan pengawasan terhadap bank-bank komersial," demikian Sri Edi Swasono. (*)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007