Pontianak (ANTARA News) - Migrant Care, lembaga swadaya masyarakat peduli buruh migran, menyatakan kekerasan yang menimpa Ceriyati binti Dapin (TKW asal Brebes, Jawa Tengah) di Malaysia merupakan bukti tak terbantahkan bahwa negara tersebut memberlakukan pekerja asing sangat buruk. Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, dalam keterangan tertulis di Pontianak, Selasa, mengemukakan Malaysia selama ini telah menjadi sorotan dan penilaian masyarakat internasional melalui Human Rights Watch dan Amnesty International karena perlakuan yang buruk terhadap pekerja asing. Menurut dia, kekerasan terhadap pekerja rumah tangga migran di Malaysia sangat sering terjadi, sehingga kasus yang menimpa Ceriyati bukan hal yang baru. Namun, lanjutnya, dengan terkuaknya kasus tersebut, predikat Malaysia sebagai anggota Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa perlu dipertanyakan kembali. Terhadap kasus Ceriyati, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah penanganan secara hukum secepatnya. Majikan Ceriyati, yakni Ivone Siew, yang telah terbukti melakukan kekerasan harus mendapat hukuman setimpal. "Permintaan maaf dari majikan tidaklah cukup dan harus ada efek jera yang efektif untuk majikan supaya kasus serupa tidak terulang," ujarnya. Pemerintah Malaysia juga selayaknya melakukan upaya "black list" terhadap Ivone Siew agar tidak lagi mempekerjakan pembantu rumah tangga. Sementara Pemerintah Indonesia harus belajar dari kasus Nirmala Bonat apabila serius membawa kasus itu ke jalur hukum. Hingga kini, kasus Nirmala Bonat masih belum menemukan titik terang, sedangkan majikannya yang telah terbukti melakukan penyiksaan (Yim Pek Ha) telah dibebaskan dengan jaminan. "Artinya, dalam kasus Ceriyati ini, Pemerintah Indonesia harus secara intensif melakukan advokasi dan pengawasan dalam setiap proses hukumnya, sekaligus juga tetap memperkuat upaya diplomasi," ujarnya. Pemerintah Indonesia juga harus menjatuhkan sanksi kepada Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI), PT Sumber Kencana Sejahtera, yang telah memberangkatkan Ceriyati ke Malaysia. Anis Hidayah mengingatkan pemenuhan hak-hak Ceriyati sebagai korban, baik materiil maupun immateriil. Secara materiil, Ceriyati dinilai harus mendapatkan gaji selama dia bekerja dan asuransi untuk biaya penyembuhan atas luka-luka fisik yang dideritanya. Secara immaterial, Ceriyati harus mendapatkan pendampingan secara intensif untuk memulihkan kondisi psikisnya dari trauma akibat penyiksaan majikan. Ia menambahkan kasus itu membuktikan pula bahwa nota kesepahaman Indonesia dan Malaysia tentang pengiriman pekerja rumah tangga ke Malaysia tidak mampu menjadi jaminan hukum terhadap perlindungan dan pemenuhan hak-hak pembantu rumah tangga migran Indonesia di Malaysia. Ia menyarankan agar nota kesepahaman tersebut direvisi secara menyeluruh. (*)

Copyright © ANTARA 2007