Jakarta (ANTARA News) - Mereka yang pernah menderita kanker getah bening atau limfoma berisiko kembali menderita penyakit serupa di kemudian hari, menurut spesialis penyakit dalam sekaligus Ketua Perhimpunan Hematologi-Onkologi Medik, Prof.Dr. dr. Arry H. Reksodiputro, SpPD-KHOM.




"70 persen kambuh (relaps). Kenapa relaps? Usia. Semakin bertambah usia semakin besar kemungkinan relaps. Daya tahan tubuh menurun," ujar dia di Jakarta, Rabu.




Kekambuhan juga bisa terjadi bila terjadi infeksi berulang, seiring semakin kurus tubuh penderita. Selain itu, bila sel kanker sudah menyebar ke berbagai organ, bisa membuat kondisi penderita semakin buruk.




Kanker yang menyerang getah bening terbagi atas dua yakni Limfoma Hodgkin dan Non Hodgkin. Perbedaan keduanya terletak pada sudut patologinya.




Di Indonesia, angka kejadian Limfoma Hodgkin pada tahun 2012 mencapai 1.168 dengan jumlah kematian sebesar 687. Penderita kanker Limfoma Hodgkin rata-rata berusia 35 tahun. Sementara Non Hodgkin umumnya berusia 54 tahun.




Menurut data Globocan--dari International Agency for Research on Cancer (IARC), akan terjadi peningkatan kasus kanker Limfoma Hodgkin pada 2020 dengan kasus baru sebanyak 1.313 serta angka kematian sebesar 811.




Angka kematian yang tinggi ini salah satunya karena keterlambatan deteksi, sehingga sebagian besar kasus tertangani dokter sudah pada stadium lanjut.




"Karena tidak umum, masyarakat tidak mengenal faktor risiko dan gejalanya. Padahal, 80 persen dari kasus Limfoma Hodgkin dapat disembuhkan melalui kemoterapi jika terdeteksi dini. Untuk itu, penting untuk tidak meremehkan benjolan pada tubuh, meski ukurannya kecil,"kata Arry. 




Baca juga: Beda benjolan pertanda kanker getah bening dan TBC

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2018