Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik Muhammad Qodari mengatakan sebaiknya usulan tambahan uang legislasi Rp1 juta per undang-undang bagi setiap anggota Dewan ditolak, bahkan jika ada dana lebih sebaiknya dialihkan untuk pendidikan. "Tolak sajalah, anggaran legislasi untuk DPR sudah besar, jadi lebih baik kalau ada dana lebih dari keuangan negara dialokasi untuk yang lain misalnya pendidikan," kata Muhammad Qodari, di sela-sela peluncuran buku 'Muslim Demokrat' di Universitas Paramadina Jakarta, Rabu malam. Qodari mengemukakan sebenarnya anggota DPR sudah kecukupan dalam hal materi, sehingga tidak perlu ada lagi tambahan uang RP1 juta atau Rp2 juta. "Terus terang saja, anggota DPR penghasilannya bukan dari situ. Apa artinya menambah Rp1 juta atau Rp2 juta bagi mereka yang sudah kelebihan. Lebih baik dana yang ada dialokasikan untuk yang betul-betul membutuhkan seperti pendidikan," kata Qodari. Insentif bagi anggota DPR diusulkan bertambah Rp1 juta untuk setiap pembahasan RUU dengan alasan bahwa penambahan insentif dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja. Usulan itu muncul dalam rapat pimpinan DPR, fraksi, dan BURT, Senin (25/6). Tambahan itu, tidak hanya diberikan kepada 50 anggota Dewan yang terlibat dalam panitia khusus rancangan undang-undang, tetapi juga dibagikan kepada seluruh 546 anggota DPR setiap RUU disahkan di paripurna. Uang legislasi yang selama ini dibagikan kepada anggota pansus adalah Rp 5 juta per orang. Ketua DPR, Agung Laksono, menjelaskan penambahan insentif itu baru usulan Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR dan belum disetujui atau diputuskan. "Alasannya, anggota DPR ikut terlibat dalam setiap proses pengesahan UU. Itu usul dari Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR untuk memberikan tambahan bagi anggota DPR. Tetapi wacana ini belum diputuskan," kata Agung Laksono. Uang tambahan itu bertujuan untuk meningkatkan kinerja anggota DPR sehingga proses pembahasan dapat berjalan lancar, kata Agung. Menurut dia, pembahasan setiap UU di DPR dianggarkan Rp1,5 miliar hingga Rp2 miliar. Angka ini mengalami kenaikan dari tahun 2004 yang hanya Rp300 juta per UU. "Posisi DPR sebagai pembuat UU berbeda dengan pemerintah yang lebih bersifat membantu pembuatan UU. Padahal dana pembuatan UU di pemerintah bisa mencapai Rp4 miliar/UU," kata Agung. Ia menambahkan, kenaikan ini diharapkan dapat menjaga independensi DPR dalam membahas UU, sehingga tidak lagi meminta bantuan dan sumbangan dari eksekutif. "Saya berharap tidak ada lagi sumbangan-sumbangan dari eksekutif, kalau terbukti masih ada hal seperti itu maka bisa diproses hukum," kata Agung. (*)

Copyright © ANTARA 2007