Jakarta (ANTARA News) - Ojek online meminta pemerintah membuat payung hukum untuk mengatur operasional yang selama ini belum diatur karena tidak termasuk Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ).

"Kami minta perlindungan hukum karena mungkin ojek online belum ada di UU LLAJ. Karena itu kami minta ada perlindungan hukum," kata pengemudi Gojek Elfa Fahmi kepada Antara di sela aksi di depan Kementerian Perhubungan, Jakarta, Selasa.

Elfa mengatakan salah satu keluhan adalah soal tarif yang diterapkan aplikator yang dirasa para ojek tidak sesuai.

"Kalau ada aturan, pemrintah bisa ikut campur dalam pemerataan tarif," kata Elfa seraya menyatakan persaingan tarif antar aplikator ojek daring, baik itu Gojek, Uber dan Grab, tidak sehat.

"Selama ini yang menentukan tarif adalah masing-masing perusahaan, ada ketidakadilan dari segi tarif," kata dia.

Gojek saat ini masih memberlakukan tarif Rp1.600 per kilometer. Elfa menuturkan porsi pendapatan untuk pengemudi dan perusahaan adalah 80 persen dan 20 persen, namun 80 persen itu tidak menutupi biaya perawatan motor.

Ia menginginkan tarif ideal mesti dikembalikan pada masa awal Gojek beroperasi, yakni Rp4.000 kilometer.

Ojek tidak masuk ke dalam UU LLAJ karena tidak memenuhi unsur keamanan dan keselamatan untuk angkutan umum, ojek hanya masuk kategori angkutan lingkungan.

Baca juga: Presiden temui perwakilan demonstran "ojek online"
 

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2018