Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera memanggil kembali terdakwa pengumpulan dana ilegal di Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Rokhmin Dahuri. Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan, Tumpak Hatorangan Panggabean, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat, mengatakan bahwa KPK memerlukan keterangan Rokhmin yang mantan Menteri Kelautan dan Perikanan untuk penyelidikan penerimaan dana DKP oleh anggota DPR. "Penyidik kami akan segera menjadwalkan pemeriksaan terhadap Rokhmin," ujarnya. Namun, Tumpak tidak menyebutkan kapan KPK akan memanggil Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan era Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri itu. Tumpak menjelaskan, selama proses penyidikan pengumpulan dana ilegal di DKP, Rokhmin sama sekali tidak pernah menyebutkan aliran dana keluar. Rokhmin baru mengungkapkan bahwa dana DKP turut mengalir ke DPR, ke tim kampanye Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Pemilu 2004, dan juga ke beberapa tokoh, saat perkaranya mulai disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Ia mengemukakan, agar tidak menganggu proses persidangan, KPK menunggu proses peradilan selesai untuk memanggil Rokhmin. Pada 23 Juli 2007, Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) memvonis Rokhmin tujuh tahun penjara dan membayar denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan. Pada hari yang sama, kuasa hukum Rokhmin langsung mendaftarkan banding ke PN Jakarta Pusat atas vonis yang lebih berat dibanding tuntutan jaksa enam tahun penjara itu. Selama berlangsungnya persidangan terhadap Rokhmin, KPK telah meminta klarifikasi beberapa tokoh yang disebut menerima dana DKP, di antaranya Amien Rais, Hasyim Muzadi, Salahuddin Wahid, dan Syaifullah Yusuf. KPK juga telah meminta keterangan anggota DPR yang duduk di Komisi IV pada periode Rokhmin menjabat. Menurut catatan Didi Sadili, dana ilegal DKP yang dikumpulkan pada masa jabatan Rokhmin turut mengalir Rp5,3 miliar ke anggota DPR periode 1999-2004 untuk pembahasan RUU Perikanan dan Kelautan. Uang yang ditujukan kepada Komisi IV DPR itu digunakan untuk keperluan rapat dan kunjungan ke daerah. Menurut catatan Didi, dana itu juga diterima oleh anggota DPR dalam bentuk uang rapat dan tunjangan hari raya. Namun, semua anggota DPR yang telah diperiksa oleh KPK membantah menerima uang rapat dan tunjangan hari raya. Mereka serempak mengatakan dana DKP yang digunakan untuk membahas RUU Kelautan hanya untuk membiayai akomodasi dan transportasi apabila rapat dilakukan di luar Gedung DPR. Tumpak mengaku, KPK kesulitan untuk membuktikan penerimaan dana DKP oleh anggota DPR karena KPK sampai saat ini hanya memegang bukti berupa catatan Didi Sadili. Dengan bantahan dari para anggota DPR yang telah diperiksa, KPK kesulitan untuk menemukan alat bukti lain karena peristiwanya yang telah lama berlalu. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007