Bandung (ANTARA News) - Kepala Bagian Pelaksana Pengadaan Uang Bank Indonesia Difi Johansyah mengharapkan adanya pidana khusus bagi pemalsu uang, karena sanksi pidana saat ini dinilai masih terlalu ringan. "Pemalsuan uang kadang lebih dianggap sebagai pemalsuan dokumen," kata Difi dalam diskusi kebanksentralan wartawan ekonomi dan perbankan mengenai kebijakan sistem pembayaran nasional di Bandung, Sabtu. Menurut Difi, pemalsuan uang makin hari makin canggih, sehingga dibutuhkan payung hukum yang memadai mengenai hal itu. Ia mengatakan, seringkali jika pelaku pemalsu uang atau sindikat pemalsu uang tertangkap, maka tidak terungkap seluruh jaringannya. "Jadi hanya pengedar," ujarnya. Difi juga menambahkan, perlunya aturan penggunaan uang logam, karena kemungkinan adanya penyalahgunaan uang logam. Menurut Difi, dengan harga logam yang semakin tinggi maka kemungkinan terjadi penyalahgunaan uang logam yang kemudian dijual dalam bentuk logam biasa . "Saat ini, harga logam uang Rp100 warna kuning itu, senilai Rp200," katanya. Oleh karena itu, aturan penggunaan uang logam diperlukan, sebab hingga saat ini belum ada aturan mengenai hal tersebut. Berdasarkan data Bank Indonesia dari Januari-Juni 2007, ditemukan dari setiap satu juta lembar uang yang asli maka terdapat dua lembar uang palsu.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007