Jakarta (ANTARA News) - Putusan Mahkamah Agung (MA) tentang kasus sengketa tanah Meruya Selatan yang memenangkan PT Portanigra dinilai melanggar UU Pokok Agraria (PA). Kesimpulan itu dikeluarkan oleh Komisi Yudisial (KY) menanggapi pengaduan warga Meruya Selatan tentang putusan MA yang merugikan mereka. Anggota KY, Zainal Arifin, di Gedung KY, Jakarta, Rabu, menilai amar putusan yang menyatakan PT Portanigra sebagai penggugat adalah pembeli dan pemilik yang sah atas tanah sengketa jelas melanggar ketentuan UU PA karena UU itu mengatur bahwa tanah sengketa tidak lagi berstatus hak milik adat tetapi sudah dikonversi menjadi tanah hak milik. "PT Portanigra bukan pemilik tanah-tanah sengketa dan tidak mungkin menjadi pemilik tanah-tanah tersebut dengan status hak milik," ujarnya. PT Portanigra, lanjut dia, bahkan tidak dapat disebut sebagai pembeli karena tidak memenuhi syarat sebagai subyek pemegang hak milik. "Kalau pun terjadi jual beli, menurut pasal 26 ayat 2 UU PA, maka jual beli tersebut batal demi hukum. Hak miliknya hapus dan tanahnya menjadi tanah negara, serta uang yang telah dibayarkan tidak dapat diminta kembali," tuturnya. KY juga berpendapat putusan MA itu tidak jelas obyek sengketanya sehingga tidak dapat dieksekusi. Untuk itu, KY menyarankan agar putusan MA No 570K/Pdt/1999 tertanggal 31 Maret 2000 dan No 2863 K/Pdt/1999 tertanggal 26 Juni 2001 tidak dieksekusi. KY berpendapat, pihak-pihak yang menguasai bidang-bidang tanah sengketa, baik yang bersertifikat ataupun belum, harus mendapatkan perlindungan hukum. "Pemilik sertifikat tersebut harus mendapatkan kepastian hukum dan perlindungan hukum karena pengeluaran sertifikat tersebut telah dilakukan sesuai dengan prosedur yang benar dan diperoleh dengan itikad baik," tutur Zainal. Perwakilan warga Meruya Selatan, Francisca Romana menyambut gembira pendapat hukum KY itu meski menyadari bahwa pendapat itu tidak membawa implikasi apa pun. "Kami puas karena KY menanggapi pengaduan kami. Kami memahami KY memang dibatasi kewenangannya hanya untuk itu," ujarnya. Francisca menambahkan, pendapat hukum KY itu kemungkinan akan digunakan oleh para warga sebagai bukti pendukung perlawanan sita eksekusi yang tengah disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat. "Besok agenda sidang sudah mencapai pembuktian. Sebanyak 600 warga siap datang," katanya.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007