Tergantung bentuk bagian tubuh itu sendiri. Kalau memang bisa disatukan kita satukan, kita jahit dan rekontruksi."
Jakarta (ANTARA News) - Hingga hari ketiga kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 yang jatuh di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, Rumah Sakit Polri Kramat Jati Jakarta Timur telah menerima 48 kantong jenazah.
 
Tim Disaster Victim Identificafion (DVI) Mabes Polri masih terus melakukan identifikasi korban. Selain itu Tim DVI juga telah mengambil 152 sampel DNA keluarga korban untuk keperluan identifikasi jenazah.

Petugas yang menangani identifikasi jenazah cukup banyak, yakni 15 orang lebih dokter forensik, 10 orang lebih dokter gigi, dan empat orang ahli DNA.

Selain Rumah Sakit Polri, polisi juga mengerahkan tim forensik dari Universitas Indonesia, Universitas Padjajaran, dan Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati.

Sejauh ini kesulitan yang diterima tim forensik adalah mengindentifikasi jenazah yang tidak utuh dan mengandalkan sampel DNA untuk mengenali identitas jenazah.

Tim juga akan berupaya untuk merekonstruksi jenazah korban yang berhasil diidentifikasi.

"Tergantung bentuk bagian tubuh itu sendiri. Kalau memang bisa disatukan kita satukan, kita jahit dan rekontruksi," ujar Kepala Rumah Sakit Polri Said Sukanto, Komisaris Besar Polisi Musyafak.

Proses identifikasi dimulai dari mengumpulkan barang bukti korban di tempat kejadian perkara dan melabelinya, autopsi korban di post mortem, pengumpulan identitas diri korban dari pihak keluarga, dan rekonsiliasi yaitu pencocokan hasil post mortem dan data dari keluarga korban.

Nantinya jenazah yang berhasil diidentifikasi akan dikafani, dimasukkan ke peti dan diserahkan ke keluarga korban.


Titik Terang

Upaya pencarian korban jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 masih terus dilakukan, bahkan pada hari ketiga, Rabu (31/10) area pencarian semakin diperluas.

Pencarian diperluas hingga batas perairan 15 nautical mile (NM) dari Tanjung Karawang hingga ke perairan Indramayu Provinsi Jawa Barat dengan perahu karet, perahu boat serta kapal KN SAR Basudewa 206.
 
Pencarian bangkai pesawat serta korban kecelakaan pesawat yang membawa 189 orang itu melibatkan sekitar 2.000 personel gabungan, yang terdiri atas tim selam, penyisir permukaan serta tim monitoring udara menggunakan helikopter.

Pada hari ketiga jatuhnya pesawat berlambang kepala singa itu, tim SAR mendeteksi objek di dasar laut yang diperkirakan bagian besar dari pesawat Lion Air JT 610. Tim berjumlah 100 orang akan menyelam untuk memastikan objek terdeteksi sonar tersebut merupakan target yang dicari.

Penemuan objek yang diduga kuat bagian besar pesawat tersebut menjadi titik terang sehingga diharapkan proses evakuasi bisa berjalan lebih mudah.
 
Direktur Kesiapsiagaan dan Latihan Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Didi Hamzar mengatakan terdapat lima titik penyelaman yang berada di sekitar perairan Tanjung Pakis, Karawang, Jawa Barat. Kedalaman laut di area pencarian berkisar 30 meter hingga 35 meter.
     
Selain itu, Kapal Riset (KR) Baruna Jaya I milik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menemukan indikasi sinyal kotak hitam (black box) dari pesawat Lion Air JT 610.

Indikasi sinyal 'black box' berdasarkan "ping locator" kata Kepala Balai Teknologi Survei Kelautan (Teksurla) BPPT M Ilyas. Selain itu, tim Baruna Jaya juga telah menurunkan peralatan Ultra-Short BaseLine (USBL) Transponder sejak dini hari.

Selama misi ini Kapal Riset Baruna Jaya turut membawa pakar atau ahli Pemetaan Bawah Laut, ROV, Instrumentasi, serta tim dari KNKT. Kapal Baruna Jaya I ini dalam melakukan pencarian kotak hitam, telah dilengkapi teknologi untuk mengidentifikasi lokasi dan titik koordinatnya.

Adapun empat alat tersebut antara lain Multibeam Echo Sounder, Side Scan Sonar, Magnetometer, dan Remotely Operated Vehicles (ROV).


Keselamatan Penerbangan

Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (KUPPU) Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan menginstruksikan dua maskapai PT Garuda Indonesia dan PT Lion Mentari Airlines melakukan pemeriksaan khusus kelaikudaraan Pesawat Boeing 737-8 Max.     
 
Hasil pemeriksaan tersebut, nantinya akan diberikan kepada KNKT untuk menjadi tambahan data mengenai insiden jatuhnya Lion Air JT 610.    
 
Pemeriksaan mencakup indikasi repetitive problem; pelaksanaan troubleshooting; kesesuaian antara prosedur dan implementasi pelaksanaan aspek kelaikudaraan; dan kelengkapan peralatan (equipment) untuk melakukan troubleshooting pada pesawat udara Boeing 737-8 Max.     
   
Presiden Joko Widodo juga meminta agar manajemen keselamatan maskapai penerbangan bertarif rendah (low-cost carrier atau LCC) diperketat pascakecelakaan pesawat Lion Air JT 610.

"Di semua negara yang namanya LCC ada, yang paling penting bagaimana manajemen keselamatan penumpang diperketat. Tidak ada negara di manapun yang menginginkan musibah kecelakaan pesawat seperti itu," kata Presiden Joko Widodo.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan bahwa Kementerian Perhubungan sudah membebastugaskan Direktur Teknik Lion Air.

Manajemen Lion Air langsung menindaklanjuti keputusan Kementerian Perhubungan untuk merumahkan serta memberhentikan Muhammad Asif yang menjabat sebagai Direktur Teknik Lion Air saat ini.

Pemberhentian tersebut terkait kecelakaan Pesawat tipe B737-8 Max dengan nomor penerbangan JT 610 milik operator Lion Air yang terbang dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta Banten menuju Bandar Udara Depati Amir di Pangkal Pinang yang hilang kontak pada 29 Oktober 2018 pada sekitar pukul 06.33 WIB dan kemudian dipastikan jatuh di perairan Kabupaten Karawang, Jawa Barat.

Pesawat dengan nomor registrasi PK LQP terakhir tertangkap radar pada koordinat 05 46.15 S - 107 07.16 E. Pesawat ini berangkat pada pukul 06.10 WIB dan sesuai jadwal akan tiba di Pangkal Pinang pada Pukul 07.10 WIB.

Pesawat sempat meminta untuk kembali ke Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang atau "return to base" sebelum akhirnya hilang dari radar.

Baca juga: Kapal BPPT temukan indikasi sinyal "black box"
Baca juga: Menhub tunggu investigasi KNKT untuk jatuhkan sanksi

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018