Jakarta (ANTARA News) - Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia yang kini berada pada angka sekitar 265 juta orang diprediksi akan memasuki masa produktivitas tinggi dalam beberapa tahun ke depan.

Pada periode 2021 hingga 2025, Indonesia akan mengalami bonus demografi, yaitu kondisi di mana mayoritas penduduk sebuah negara merupakan individu yang berada dalam usia kerja.

Dengan situasi tersebut, harapannya secara umum ialah Indonesia mampu menggenjot perkembangan ekonomi melalui kinerja dari sekitar 70 persen warga negaranya yang berada dalam usia produktif tersebut.

Meski begitu, sebelum menghadapi bonus demografi harus dilakukan upaya oleh pemerintah untuk menyiapkan tenaga-tenaga muda tersebut dalam urusan literasi keuangan.

Tidak hanya dengan mengandalkan tenaga, namun pemahaman akan pengelolaan dan pendayagunaan keuangan harus menjadi kemampuan yang dimiliki generasi muda.

Chief External Affairs Home Credit Andy Nahil Gultom memaparkan bahwa pengetahuan literasi keuangan di bonus demografi merupakan keharusan.

Saat ditemui dalam sebuah kesempatan di Jakarta, ia mengatakan bahwa masalah inklusi keuangan hingga keterbukaan finansial harus ditingkatkan ke masyarakat. Dengan pemahaman yang baik, maka pengelolaan keuangan pun akan baik.

Bonus demografi pada beberapa tahun mendatang bisa menjadi cara bagi Indonesia untuk meningkatkan taraf perekonomian nasional. Peluang tersebut jangan sampai tidak termanfaatkan secara maksimal hanya karena kurangnya pengetahuan finansial masyarakat.

Semakin banyak masyarakat yang melek literasi keuangan, maka implementasi peningkatan ekonomi dari aspek per individu juga diharapkan akan berkembang.

Pengaruh Sosial

Selain itu, tingkat pemahaman literasi keuangan sangat berguna bagi peningkatan kualitas kehidupan masyarakat.

Dalam salah satu sesi pembelajaran literasi keuangan yang rutin dilakukan lembaga tersebut di tengah masyarakat, ditemukan bahwa pemahaman manajemen keuangan berdampak pada tingkat keharmonisan sebuah keluarga.

Ia menceritakan bahwa ternyata kasus perceraian juga kerap diakibatkan masalah keuangan keluarga yang tidak terkendali.

Isu perceraian sangat mungkin terjadi karena adanya masalah keuangan, yang berkembang menjadi fase pertengkaran antara suami dan istri karena saling menyalahkan satu sama lain.

Oleh karenanya, pengetahuan literasi keuangan juga penting untuk dimiliki oleh keluarga, terutama istri yang kebanyakan berperan sebagai pengatur arus keuangan keluarga.

Dengan penanaman pengetahuan ini, diharapkan keluarga bisa lebih harmonis dan bahagia melalui metode pengelolaan keuangan yang baik.

Karena ada juga kasus di mana sebuah keluarga dengan penghasilan sekitar Rp100 juta per bulan tapi tidak merasakan manfaatnya karena pengeluaran yang tidak terkendali, katanya.

Melihat hal tersebut, maka tidak salah jika literasi keuangan tidak hanya mengatur arus keuangan namun juga menyinggung pola pikir dasar manusia serta membedakan mana kebutuhan dan keinginan.

Jika masyarakat sudah mengerti antara kebutuhan dan keinginan, maka pengelolaan keuangan pasti mudah karena tidak perlu lagi berhadapan dengan kebingungan untuk membedakan mana barang atau jasa yang benar-benar dibutuhkan atau hanya keinginan yang menambah beban pengeluaran.

Siasat Milenial

Angkatan kerja dalam bonus demografi yang akan dialami Indonesia mulai dua tahun mendatang akan diisi oleh generasi muda yang dikenal sebagai generasi milenial.

Sebagai generasi yang akan memainkan peran penting dalam perkembangan ekonomi nasional, generasi milenial dituntut untuk memiliki kemampuan pengelolaan keuangan yang apik.

Budaya milenial yang konsumtif, dampak pesatnya perkembangan industri 4.0 yang berbasis "big data" dan jaringan internet, harus diimbangi dengan perencanaan keuangan yang tepat agar berdampak positif.

Menurut Financial Influencer, Amiyandra, menabung bukan cara terbaik yang bisa diimplementasikan sebagai bentuk pengelolaan keuangan.

Pengelolaan keuangan yang baik dan terencana atau dengan memulai bisnis bisa menjadi solusi masa depan yang baik bagi generasi milenial, tutur Ami yang kerap berbagi ilmunya melalui akun Youtube dan Instagram.

Dia pun berpendapat bahwa milenial tidak perlu takut untuk meminjam modal ke institusi keuangan untuk memulai usaha, asalkan dengan pengetahuan mendalam akan hak dan kewajiban sebagai peminjam.

Berwirausaha memang sedang digandrungi milenial saat ini alih-alih berprofesi sebagai pegawai negeri sipil (PNS) atau karyawan swasta.

Salah satu milenial yang mendulang kesuksesan ialah Rachman Abdul Rachim, salah satu pendiri "Kepiting Nyinyir" yang viral di media sosial.

Rachman pun menuturkan rahasianya sehingga usahanya di bidang makanan laut itu bisa dikenal luas dalam waktu singkat.

Sebagai generasi yang menikmati internet, Rachman pun memanfaatkan media sosial sebagai etalase utama produk mereka.

Dengan modal awal sekitar Rp3 juta, ia berani berinvestasi pada periklanan dengan mengalokasikan sekitar Rp2,2 juta untuk beriklan di media sosial.

Agar Kepiting Nyinyir semakin dikenal luas, ia juga tidak ragu-ragu untuk mengundang kalangan "Food Bloger" untuk menyicipi produk mereka dan kemudian diunggah di media sosial. Melalui cara itu, balik modal pun bisa didapat hanya dalam waktu dua hari, katanya dengan bangga.

Kini ia pun bisa mengantongi omzet sekitar Rp350 juta per bulan dari usahanya yang berbasis daring tersebut.

Baca juga: Praktisi sebut bonus demografi harus didukung literasi keuangan
Baca juga: Psikolog anggap penting ajarkan literasi finansial sejak dini


 

Pewarta: Roy Rosa Bachtiar
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2018