Kalau menyebut survei, pasti rujukannya pada penelitian kuantitatif. Tidak ada survei kualitatif
Jakarta (ANTARA News) - Peneliti Senior Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Sukamdi mengkritisi hasil riset Spire Research and Consulting (Perusahaan riset Jepang) yang menyatakan bahwa bisnis transportasi daring (online) di Indonesia rawan kecurangan.

“Kalau menyebut survei, pasti rujukannya pada penelitian kuantitatif. Tidak ada survei kualitatif,” kata Sukamdi dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.

Dia mengungkapkan lembaga survei Spire Research and Consulting yang melakukan survei kepada 40 responden dari empat kota besar di Indonesia, di mana para responden adalah mitra pengemudi Grab Gojek.

Populasi mitra kedua aplikator itu saat ini sudah mencapai sekitar dua juta orang dan pada saat menggelar press conference di Jakarta pada Rabu (30/1), lembaga tersebut menyebutkan menggunakan survei kualitatif tapi kesimpulannya dalam bentuk persentase.

Sukamdi menekankan bahwa metodologi penelitian kualitatif tidak bisa menyimpulkan sesuatu yang bersifat generalisir, bahkan juga tidak bisa menghasilkan kesimpulan dalam bentuk presentase yang mewakili sebuah populasi.

"Kalau penelitian kualitatif itu spesifik, fokus, mendalam, dan detail. Jadi salah kaprah kalau ada pihak menyebut penelitian pakai survey kualitatif karena penelitian kuantitatif itu rujukannya survei," katanya.

Dalam penelitian kuantitatif, Sukamdi menggambarkan seperti melihat sebuah bidang yang luas di permukaan atau horisontal. Lain halnya penelitian kualitatif yang sifatnya vertikal dan mendalam.

"Penelitian kuantitatif itu bisa diibaratkan memfoto permukaan bumi dari udara. Di situ yang terlihat hanya permukaan saja. Berbeda dengan kualitatif," katanya.

Sukamdi mengkhawatirkan hasil penelitian yang mengabaikan metodologi karena sangat rawan disalahgunakan.

”Ada moral hazard (risiko moral) di situ. Ada banyak riset yang pesanan di mana sebelum riset sudah ada hasilnya. Sahih atau tidaknya riset itu ada pada metodologinya. Ada cara ukur dan ambil sampel yang layak,” tegasnya.

Sukamdi menilai perlunya transparansi metodologi penelitian ketika lembaga riset mempublikasikan hasil studi.

”Kalau lembaga riset abal-abal pasti untuk melayani pihak tertentu. Hasil riset itu untuk justifikasi saja,” katanya.

Sukamdi mengakui keberadaan lembaga riset abal-abal bisa berdampak buruk dan para pihak terdampak secara luas adalah masyarakat dan tidak terkecuali lembaga riset yang selama ini mempertahankan integritasnya.

”Kalau mau ukur integritasnya, lihat saja siapa orang-orang di lembaga riset tersebut. Dari situ bisa kelihatan,” katanya.

Riset Spire Research and Consulting menyebut dua perusahaan transportasi daring Indonesia yang beroperasi, kecurangan di Gojek disebut bisa mencapai 30 persen dari total pesanan, sedangkan kecurangan di Grab hanya lima persen dari total pesanan. 

Baca juga: Menhub ingatkan operator transportasi daring melakukan perbaikan

 

Pewarta: Joko Susilo
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2019