Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pertahanan (Menhan) Juwono Sudarsono mengatakan, proses penyelesaian pengadaan helikopter Mi-17-IV akan diajukan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar tetap dijalankan meski terdapat masalah hukum terkait dugaan korupsi dalam pengadaan kontrak 2002 tersebut. "Kami meminta agar proses hukum dan proses administrasi dapat dipisahkan, sehingga pengadaan empat helikopter itu dapat segera diwujudkan untuk mendukung operasional satuan yang membutuhkan," kata Menhan, saat buka puasa bersama dengan para wartawan di Jakarta, Senin. Ia mengatakan, jika proses hukum menghambat proses pengadaan helikopter tersebut maka akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan alat utama sistem pertahanan (alutsista) tersebut bagi satuan bersangkutan yakni TNI Angkatan Darat. "Karena itu, saya mengajukan kepada Presiden agar masalah hukum dan administrasi dapat dipisahkan sehingga pengadaannya dapat segera diwujudkan," kata Menhan. Pada kesempatan yang sama Dirjen Sarana Pertahanan (Ranahan) Departemen Pertahanan (Dephan) Marsekal Muda Slamet Prihantino mengemukakan, proses pengadaan helikopter Mi-17-IV ini sudah lima tahun tidak selesai, karena ada dugaan korupsi dalam kontrak senilai miliaran dolar AS itu. Dijelaskannya, proses pengadaan empat helkopter Mi-17 itu terhambat menyusul pengunduran diri bank penjamin (lender) Alternating Marine Supply DSM BHD, karena tidak sanggup memenuhi pembayaran 85 persen dari nilai kontrak. Hal itu diperparah lagi, dengan adanya kasus dugaan korupsi terhadap uang muka yang seharusnya disetorkan pihak Swifth Air sebagai rekanan Rosoboronexport di Indonesia untuk pengadaan Mi-17. Terkait itu, pemerintah RI harus melakukan amandemen terhadap kontrak yang dispekati itu dan mengganti lender dengan BNP Paribas dari Perancis. "Hal itu, masih dibahas di Departemen Keuangan untuk prosse `loan agreement`. Nah `loan agreement` hanya akan berjalan jika proses hukum selesai. Ini kan memakan waktu lama, padahal kebutuhannya mendesak," ujarnya. Tidak itu saja, tambah Slamet, kalau masalah ini terkatung-katung maka harga alat utama sistem senjata yang dibutuhkan tersebut akan semakin mahal. "Bisa-bisa dari kita butuh empat hanya sangggup kita beli tiga, karena harganya sudah semakin mahal," ujarnya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007