Jakarta (ANTARA) - Intervensi partai politik dan monetisasi dalam penunjukan jabatan-jabatan pimpinan tinggi di kementerian atau lembaga dinilai Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) mengganggu reformasi birokrasi di suatu kementerian atau lembaga.

"Yang sangat mengganggu itu adalah intervensi politik di dalam manajemen Aparatur Sipil Negara," kata Ketua KASN Sofian Effendi dalam diskusi bertema Teguh Membangun Pemerintahan yang Bersih dan Modern dilaksanakan di Kantor Staf Presiden, Jakarta pada Rabu.

Menurut Sofian, institusinya sejak 2017 telah mengetahui ada praktek transaksional dalam pengangkatan jabatan pimpinan tinggi.

Bahkan dia menjelaskan beberapa kementerian pun marak dengan praktek monetisasi atau jabatan tersebut.

"Cuma kami tidak mempunyai instrumen untuk membuktikan dan menangkap praktik-praktik itu," ujar Sofian.

Sofian mengungkap terdapat 13 kementerian dan lembaga yang sedang diawasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi yang diduga terkait jual beli jabatan.

"Kami menduga bukan tidak mungkin kasus-kasus tersebut yang akan datang ini kasus-kasus yang sama akan terjadi," ujar dia menjelaskan potensi jual beli jabatan tinggi.

Sementara itu, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo dalam diskusi tersebut mengatakan pengangkatan pimpinan di suatu lembaga atas intervensi politik berpotensi memperburuk reformasi birokrasi yang tengah digencarkan pemerintah.

"Karena pada akhirnya agenda birokrasi reformasinya tidak berjalan," jelas Adnan.

Adnan mengatakan pemberian jabatan di suatu lembaga atau kementerian kepada tokoh tertentu kerap ditujukan untuk eksploitasi.

Sebelumnya terjadi penangkapan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan RMY di Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (15/3) oleh penyidik KPK.

Dia ditangkap atas dugaan suap untuk seleksi jabatan di lingkungan Kementerian Agama.

Rommy ditetapkan sebagai tersangka korupsi bersama dengan Kepala Kanwil Kemenag Jawa Timur HH dan Kepala Kanwil Kemenag Gresik MMW. 

Pewarta: Bayu Prasetyo
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019