Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) bekerja sama dengan lintas sektor yakni Dinas PPPA Provinsi Kalimantan Barat, Dinas PPPA Pontianak, Kepolisian Resor Kota Pontianak dan para psikolog melakukan penanganan dan pendampingan terhadap korban AY (14) dalam kasus penganiayaan yang dilakukan sejumlah siswi sekolah menengah atas (SMA).

"Apabila dia ancaman hukumannya tiga tahun enam bulan penjara misalnya maka sistem peradilan membuka ruang untuk dilakukannnya diversi. Diversi bukan menghilangkan pengenaan hukumannya karena nanti juga pihak pemerintah daerah juga nanti melakukan rehabilitasi baik terhadap pelaku maupun korban. Rehabilitasi terhadap pelaku dan mungkin juga terhadap orang tua pelakunya karena ini harus ada penanganan yang menyeluruh terhadap pelaku ini tadi agar seluruh lingkungannya yang mempengaruhi tumbuh kembangnya itu juga bisa mengalami perubahan menjadi lebih baik," kata Sekretaris KPPPA Pribudiarta Nur Sitepu dalam jumpa pers di Kementerian PPPA, Jakarta, Kamis.

Pendampingan akan dilakukan hingga ranah hukum untuk memastikan kasus tersebut ditangani dengan benar.

"Bapak Deputi Bidang Perlindungan Anak dengan seluruh timnya itu sebenarnya sudah ada di lokasi Minggu kemarin kemudian teman-teman di pemerintah daerah dan polisi juga sudah melakukan sejak hari pertama orang tua A (korban AY) itu melapor," ujarnya.

Dia menuturkan korban AY akan terus mendapatkan penanganan dalam bentuk pemulihan trauma dari psikolog. Sementara, pihak rumah sakit berencana melakukan hipnotherapi bagi korban yang masih dirawat di rumah sakit.

Pihak Kepolisian Resor Kota Pontianak telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus penganiayaan dan dikenakan pasal 80 ayat (1) Undang-undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan UU nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman tiga tahun enam bulan penjara.

Berdasarkan hasil visum Rumah Sakit Mitra Medika, kasus tersebut masuk kategori penganiayaan ringan.

Para pelaku juga akan diberikan pendampingan dalam bentuk pemulihan pola pikir atas tindakan salah yang dilakukan.

Kementerian PPPA berharap semua pihak menangani proses hukum atas kasus itu dengan hati-hati dan dengan memperhatikan hak anak, kepentingan anak dan Sistem Peradilan Pidana Anak.

AY adalah siswi sekolah menengah pertama (SMP) yang menjadi korban kekerasan dengan pengeroyokan oleh sejumlah siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) di Pontianak, Kalimantan Barat.

Akibat pengeroyokan itu, Audrey mengalami trauma dan dirawat di rumah sakit. Pemicu pengeroyokan diduga akibat masalah asmara dan saling komentar di media sosial.

Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian PPPA Nahar mengatakan pihaknya tetap mengawal dan berkomitmen untuk mendampingi pemulihan korban dan pendampingan terhadap pelaku.

"Saat ini tim masih ada di sana, kami menunggu proses penyidikan," ujarnya.

Dia berharap persoalan itu bisa segera terselesaikan dengan penanganan yang tegas dan bijaksana.

"Mari kita sama-sama menahan diri untuk mengikuti pemeriksaan lalu kemudian baru bisa memutuskan sesungguhnya apa yang terjadi lalu prosesnya, ini tidak mungkin berhenti pasti secara hukum terus berjalan," tuturnya.

Baca juga: Ajarkan anak pola persahabatan yang konstruktif, kata pengamat
Baca juga: Kapolda: Pihak kepolisian mulai periksa tiga terduga penganiayaan
Baca juga: Menteri Yohana minta kasus kekerasan antar-anak ditangani hati-hati


 

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019