Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perdagangan (Mendag) Mari Elka Pangestu menegaskan, pemerintah tidak melarang perdagangan beras oplosan (campuran) mengingat tidak ada standar nasional wajib untuk beras. "Berdasarkan Undang-undang Perlindungan Konsumen (UU PK) pengoplosan tidak ada larangan, mencampur jenis beras itu memang praktik yang selama ini dijalankan. Tidak melanggar hukum selama beratnya, jenis kualitasnya tertera di kemasan dan tidak mengaku-aku merek tertentu," kata Mendag saat inspeksi mendadak ke Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta Timur, Selasa. Jika terjadi dugaan pelanggaran hukum, lanjut Mendag, konsumen dapat mengadukannya ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta Bulog Divisi Regional setempat. "Itu untuk bisa dipelajari apa ada pelanggaran hukum, kalau ada baru petugas keamanan dihubungi dan jika ada pelanggaran akan ditindak," ujarnya. Mendag menambahkan, pemerintah tidak ingin penegakan hukum justru mengganggu distribusi bahan pokok terutama beras. "Jangan ada kekhawatiran apapun, kami tidak ingin ada gangguan distribusi bahan pokok terutama beras," tegasnya. Direktur Utama Perum Bulog Mustafa Abubakar menambahkan praktik mencampur beras diperbolehkan asal tidak menggunakan merek beras lain. Mustafa mengatakan, yang dilarang adalah mencampur beras dengan bahan adiktif yang menyebabkan candu, mencampur dengan beras busuk, serta mencampur dengan beras menir untuk menipu pengamatan pembeli. Selama beberapa hari belakangan, perdagangan beras di PIBC dilaporkan lesu setelah polisi menyegel dua toko beras dengan tuduhan mengoplos beras. Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya, Syamsyul Hilataha mengatakan, saat ini perdagangan mulai kembali normal. "Beberapa hari lalu pedagang tidak berani buka, itu hanya pengaruh psikologi saja," ujarnya. Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Sigit Sudarmanto mengatakan, proses penyelidikan masih berlangsung terus dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar mengingat laboratorium forensik hanya ada dua di Jakarta dan Makassar. "Kita butuh bantuan tenaga ahli apakah zat yang digunakan membahayakan atau tidak. Kalau nantinya Badan POM bilang tidak berbahaya, ini bukan kasus," jelasnya. Sigit menambahkan, tindakan yang diambil pihaknya merupakan tindakan preventif bukan represif. "Kalau keterangan saksi ahli tidak mendukung (dugaan), kita akan koordinasikan dan pengawasan berikutnya dipegang Disperindag," tegasnya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008