Jakarta (ANTARA News) - Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto tidak menandatangani surat kuasa yang diserahkan kuasa hukumnya kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa, dalam persidangan Yayasan Beasiswa Supersemar. Lima anak mantan Presiden Soeharto (alm) yang menandatangani surat kuasa itu, yakni, Siti Hardiyanti Rukmana, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Soeharto, dan Siti Hutami Endang Adiningsih. Ketua Majelis Hakim, Wahjono, mengatakan dengan tidak ditandanganinya surat kuasa oleh Hutomo Mandala Putra berarti tidak diwakili oleh kuasanya serta dianggap tidak hadir dalam persidangan meski sudah dipanggil. "Jadi tidak diwakili kuasanya, dan dianggap Hutomo Mandala Putra tidak hadir meski telah dipanggil dengan patut," katanya. Sementara itu, kuasa hukum keluarga Soeharto dan Yayasan Beasiswa Supersemar, Juan Felix Tampubolon, mengatakan sebenarnya surat kuasa itu, cukup ditandatangani oleh satu orang ahli warisnya. "Satu ahli waris keluarga HM Soeharto yang menandatangani surat kuasa itu, sudah cukup," katanya. Persidangan itu sendiri ditunda dan berlangsung singkat sekitar 30 menit, pekan depan (4/3) akan dilanjutkan kembali sedangkan permintaan Sigit Harjojudanto untuk menghadirkan ahli hukum perdata di persidangan, dikabulkan oleh Majelis Hakim. Sebelumnya dilaporkan, anak-anak mantan Presiden Soeharto (alm), Selasa (19/2), mangkir dalam sidang perkara perdata dugaan penyelewengan dana Yayasan Beasiswa Supersemar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Bukan hanya mangkir, tim kuasa hukum ahli waris Soeharto juga tidak menyerahkan surat kuasa kepada Majelis Hakim. Padahal, sebelumnya Majelis telah memanggil enam anak Soeharto untuk hadir di persidangan, atau paling tidak mewakilkan kepada penasihat hukum melalui surat kuasa. Gugatan perdata terhadap Soeharto dan Yayasan Beasiswa Supersemar diajukan terkait dugaan penyelewengan dana pada yayasan tersebut yang pernah diketuai Soeharto. Kejaksaan menuntut pengembalian dana yang telah disalahgunakan senilai 420 juta dolar AS dan Rp185,92 miliar, ditambah ganti rugi imateriil Rp10 triliun. Ketua Tim Jaksa Pengacara Negara (JPN) Dachamer Munthe mengatakan yayasan tersebut pada awalnya bertujuan menyalurkan beasiswa kepada pelajar dan mahasiswa kurang mampu sejak tahun 1978. Yayasan Beasiswa Supersemar menghimpun dana negara melalui bank-bank pemerintah dan masyarakat. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1976 tentang Penetapan Penggunaan Sisa Laba Bersih Bank-Bank Milik Pemerintah, yang kemudian diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 373/KMK.011/1978, serta Pasal 3 Anggaran Dasar Yayasan Supersemar, seharusnya uang yang diterima disalurkan untuk beasiswa pelajar dan mahasiswa, namun pada praktiknya tidak demikian dan telah terjadi penyelewengan. Penyelewengan dana itu, menurut JPN, merupakan perbuatan melawan hukum seperti diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008