Jakarta (ANTARA News) - Wartawati Metro TV Desi Anwar membantah tuduhan Presiden Timor Leste Ramos Horta yang mengatakan dirinya membantu Alfredo Reinado berkunjung ke Indonesia untuk wawancara pada 23 Mei 2007. "Ini sangat lucu dan tidak masuk akal. Sama sekali tidak benar," katanya di Jakarta, Jumat petang, ketika dimintai tanggapannya tentang tuduhan Horta. Sebelumnya, Horta diberitakan menuduh wartawati Indonesia Desi Anwar, membantu pemimpin kelompok tentara pembelot yang tewas dalam insiden serangan di Dili 11 Februari lalu, Alfredo Reinado, berkunjung ke Indonesia untuk wawancara pada 23 Mei 2007. Presiden Ramos Horta, seperti dikutip ABC, Jumat, mengatakan, ia memiliki bukti kuat bahwa wartawati senior itu dibantu "pihak berwenang" di Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk membuat "dokumen-dokumen" palsu bagi kepentingan perjalanan Reinado ke Indonesia. Kegiatan Desi Anwar mengorganisasikan wawancara dengan Alfredo itu, katanya, tidak hanya telah melanggar "kode etik jurnalistik " tetapi juga melanggar hukum Timor Leste. Terhadap tudingan itu, Desi Anwar mengaku hanya bisa tertawa. "Mudah-mudahan berita ini bukan bagian dari April Mop," katanya terkekeh. Ia menyayangkan seorang Presiden bisa menyampaikan tudingan yang tidak didasari bukti-bukti dan data yang akurat. Sebagai seorang kepala negara, maka Ramos Horta seharusnya medapat bahan masukan yang tepat. "Sebagai seorang presiden, seharusnya Ramos Horta diberi masukan yang tepat," tegas Desi Anwar. Ia mendoakan Ramos Horta betul-betul sehat kembali. Horta kembali ke Dili setelah menjalani perawatan di rumah sakit Australia. "Saya berdoa untuk kesembuhan Horta," katanya. Kepala Negara Timor Leste ini menuding apa yang dilakukan Desi Anwar telah turut memberikan andil pada aksi percobaan pembunuhan terhadap dirinya 11 Februari lalu. Ia mengatakan, dia tidak akan tinggal diam sampai kebenaran keterlibatan mereka bersama Reinado dibuka. Pernyataannya ini memperjelas apa dan siapa yang dia maksudkan sebagai "elemen eksternal" dalam pernyataan persnya baru-baru ini. Presiden Horta kembali ke tengah-tengah rakyatnya sejak Kamis (17/4) setelah berada di Darwin, Australia, selama 35 hari untuk mendapat perawatan tim dokter Rumah Sakit Royal Darwin dan berada dalam proses penyembuhan terhadap dua luka tembak yang dideritanya dalam insiden 11 Februari lalu. Dalam insiden itu, Reinado tewas bersama seorang pengikutnya. Namun tentara dan polisi Timor Leste dilaporkan masih memburu 16 orang tersangka lain. Timor Leste tidak kunjung keluar dari lingkar kekerasan sejak resmi memisahkan diri pada 20 Mei 2002. Serangan kelompok Alfredo Reinado 11 Februari terhadap Presiden Horta dan Perdana Menteri Xanana Gusmao itu menambah panjang rangkaian peristiwa berdarah yang mendera negara kecil tetangga Indonesia dan Australia itu sejak 2006. Pertikaian berdarah di negara itu setidaknya telah menewaskan 37 orang dan mengakibatkan 155 ribu orang mengungsi. Pemerintah Timor Leste bergantung pada bantuan tentara dan polisi asing untuk memulihkan kestabilan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008