Ini adalah awal bagi demokrasi di Timur Tengah."
Beirut (ANTARA News) - Orang Arab di seluruh Timur Tengah merayakan kejatuhan Presiden Hosni Mubarak, Jumat, lalu memuji daya tahan demonstran Mesir dan berharap protes mereka bagi perubahan akan bergema ke seluruh Timur Tengah.

Tembakan salvo dan kembang api menyemarakkan ibukota Lebanon, Beirut, Jalur Gaza, sampai ibukota Yaman, Sanaa, sementara di negara-negara Teluk yang kaya namun konservatif, rakyat di kawasan ini menikmati kejatuhan kedua seorang pemimpin otoriter Arab dalam sebulan ini.

"Ini adalah awal bagi demokrasi di Timur Tengah," kata Gazal bin Mahfouz, seorang warga Saudi. "Rakyat juga punya batasnya. Terlalu lama rasanya para pemimpin merasa jika mereka membuat rakyatnya sibuk sendiri maka tak akan terjadi apa-apa."

Kekuasaan 30 tahun Mubarak akhirnya sampai ke ujung kegemparannya pada Jumat malam waktu Mesir setelah berminggu-minggu demonstrasi melanda seluruh penjuru Mesir. Kepergiannya mengikuti kejatuhan pemimpin Tunisia Zine al-Abidine Ben Ali empat minggu sebelumnya.

Ketika gejolak di Mesir ini membuat was-was para pemimpin Arab dari Afrika Utara sampai Teluk, perubahan Mubarak  justru menarik hati kebanyakan warga biasa Arab yang tidak pernah membayangkan mereka dapat menentukan nasibnya oleh tangan mereka sendiri.

Di pasar al-Azamiyah di Damascus, penduduk Suriah menyalakan kembang api. "Kami merayakan kemenangan suara rakyat," kata seorang warga.

Dia tidak berani mengatakan kejatuhan Mubarak itu bakal mempengaruhi Suriah yang diperintah hukum darurat sejak lima dekade lalu dan dipimpin seorang presiden yang menggantikan kekuasaan ayahnya.

Di Teluk tempat di mana para pekerja asal negara-negara Arab miskin termasuk Mesir dan Suriah yang berjuang menciptakan lapangan kerja untuk kaum mudanya, kabar kejatuhan Mubarak itu memenuhi harapan mereka.

"Saya senang sekali melihat Mubarak mundur. Ini adalah awal dari sebuah era baru di kawasan kami," kata Baraa Bakkar, yang berasal dari Suriah yang mengunjungi Dubai dari Saudi Arabia.

"Pemerintah Suriah dan Saudi Arabia akan berubah namun latar belakangnya akan berbeda. Tidak akan ada demonstrasi, namun rezim-rezim akan menyadari sendiri bahwa ini adalah saatnya untuk pergi."

Kebanggaan Arab

"Ini fajar baru, era baru. Ini masa depan baru yang dilukis oleh tangan-tangan berdarah rakyat Tunisia dan Mesir yang terkunci di pintu kebebasan," kata Zaki Bani Rusheid, tokoh Islam utama di Yordania, negeri di mana Raja Abdullah membubarkan pemerintahan 10 hari setelah berminggu-minggu protes.

"Setelah hari ini kita bisa berkata kita adalah orang Arab yang memiliki kehormatan dan kebanggaan."

Ratusan orang berkumpul di wilayah selatan Beirut yang didominasi warga Syiah, yang menjadi pusat kekuatan Hizbullah dan memiliki hubungan buruk dengan Mubarak. Pengeras suara menggemakan lagu-lagu pujian kepada demonstran Kairo dan merayakan kepergian "firaun" Mesir.

Di Gaza, warga Palestina menyalakan kembang aip dan menembakkan senapan ke udara.  Hamas menyebut para pemimpin baru Mesir akan mengubah kebijakan Mubarak termasuk pengawasan ketat pergerakan barang ke kantong Palestina itu.

Di Kedutaan Besar Mesir di Sanaa, ibukota Yaman, setidaknya 500 orang Yaman dan Mesir berbaris dengan spanduk-spanduk bertuliskan "Hiduplah Mesir". "Bangunlah para penguasa, Mubarak telah jatuh hari ini," sambil membunyikan klakson dan memuntahkan tembakan ke udara.

"Kejatuhan seorang diktator selalu menjadi berita hebat," kata Salim Alouane, insinyur berusia 34 tahun di ibukota Aljazair di mana kelompok antipemerintah berencana menggelar demonstrasi Sabtu ini. "Saya turut berbahagia untuk rakyat Mesir."

Di tengah keceriaan itu, sejumlah orang mengungkapkan kekhawatirannya.

"Kita akan menderita karena terlalu banyak orang yang ingin mendapat kue, terlalu banyak orang yang ingin berkuasa," kata Mohamed Gameel, seorang Mesir di Ajman, bagian dari Uni Emirat Arab.

Di Iraq, di mana Presiden Saddam Hussein digulingkan oleh invasi AS delapan tahun lalu, banyak orang yang menyambut mundurnya Mubarak.  Namun sejumlah orang lainnya mengingat momen itu pada kekerasan sektarian yang mengikuti kejatuhan Saddam.

"Adalah benar Hosni Mubarak punya banyak kesalahan, namun adalah juga benar Hosni Mubarak berhasil membangun sebuah negeri," kata Wael Jassim al-Azawi, pemilik toko di distrik Adhamiya, Baghdad.

"Kami berharap tidak ada pemburukan yang akan terjadi di Mesir dan tidak ada kekosongan kekuasan seperti terjadi pada 2003  setelah tentara AS memasuk Irak."

Penerjemah: Jafar M Sidik
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2011