Sambas, Kalimantan Barat (ANTARA News) - Istana Alwatzikhoebillah Sambas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat yang didominasi warna kuning menyala, masih cukup kokoh berdiri.

Di Istana yang konon dibangun pada tahun 1933 itu lah para anggota Kesultanan Sambas tinggal hingga kini.

Setelah melewati deretan anak tangga di depan pintu masuk, akan dijumpai ruangan relatif luas, yang biasanya digunakan sebagai tempat pertemuan.

"Fungsi keraton (istana) sebenarnya juga untuk pertemuan-pertemuan. Tempat mengajukan keluhan dari masyarakat," ujar Salah seorang kerabat kerajaan, Uray Rasyidi Rahmad kepada ANTARA News, Jumat (5/8).

Di sana bisa dijumpai beberapa cermin berukuran raksasa, guci besar dan payung peninggalan raja-raja sebelumnya.

"Cermin itu hadiah dari Inggris. Kalau guci dari Tiongkok. Lalu payung yang dipegang pengawal raja untuk melindungi raja, masih digunakan sampai sekarang. Digunakan juga untuk menyambut tamu-tamu raja," tutur Rahmad.

Selain itu masih ada ruangan-ruangan lain yang digunakan anggota kesultanan beraktivitas sehari-hari.

Pewaris Kesultanan Sambas kini Pangeran Ratu Muhammad Tarhan, yang merupakan keturunan ke-18 raja. Saat ini ia masih menempuh bangku pendidikan jurusan sejarah di salah perguruan tinggi negeri di Kota Bandung, Jawa Barat.

Wakil Ketua MPR RI, Oesman Sapta Odang (Oso) berharap keberadaan kesultanan bisa menjadi sarana membantu memakmurkan masyarakat sekaligus sarana menampilkan pagelaran-pagelaran untuk masyarakat.

"Bisa sejahterakan rakyat, memakmurkan rakyat, itulah nilai kerajaan. Saya harapkan partisipasi raja dengan pemerintah daerah saling menunjang," kata Oso.

"Mudah-mudahan masih menyaksikan pagelaran-pagelaran melalui kerajaan ini. Ini kerajaan sudah tua," imbuh dia. Oso juga berharap agar istana dan wilayah Kesultanan Sambas menjadi salah destinasi wisata budaya di Sambas.

"Hidupkan kerajaan sebagai tempat (berkunjung) turis. Membangun infrastruktur, membangun objek-objek turis," kata dia.

Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2016