Jakarta (ANTARA News) - Juru bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng menolak adanya anggapan respon pemerintah atas insiden bentrokan antar organisasi masyarakat di kawasan Monumen Nasional akhir pekan lalu sebagai upaya untuk mengalihkan perhatian masyarakat atas masalah kenaikan harga bahan bakar minyak belum lama ini. "Yang melakukan kekerasan kan bukan pemerintah. Pemerintah justru memberi respons karena menjadi tanggung jawab pemerintah untuk melindungi semua warga negara," kata Andi Mallarangen di kompeks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa. Ia menjelaskan pemerintah mempunyai kewajiban untuk melindungi warga negara dalam menjalankan hak-hak konstitusionalnya dan juga menciptakan rasa aman. "Ini negara hukum. Dalam negara hukum tidak bisa warga negara melakukan kekerasan pada warga negara lainnya, karena itu kita sesali kejadian-kejadian semacam itu. Tapi dalam hal tanggung jawab, pemerintah bertanggungjawab untuk menegakkan hukum kepada siapapun," tegasnya. Andi menambahkan, "Untuk isu-isu yang lain saya tidak tahu. Tapi yang kita lakukan adalah tugas negara untuk melakukan penegakan. Yang perlu ditanya adalah para pelaku kekerasan, mengapa melakukan kekerasan?" Ia menambahkan bahwa negara tidak boleh kalah dengan kekerasan dari manapun karena Indonesia adalah negara hukum. Menepis-nepis Ketika disinggung bahwa ada pihak yang menilai pemerintah lamban dalam menangani kasus Ahmadiyah sehingga timbul bentrokan antar ormas tersebut, Andi menepis hal tersebut. "Karena pemerintah memang harus memikirkan dalam-dalam bagaimana memutuskan yang terbaik, kan begitu," tuturnya. Ditempat terpisah Fraksi PDIP mendesak Pemerintah untuk segera mengambil sikap yang tegas terkait persoalan Ahmadiyah yang keberadaannya sempat meresahkan sebagian masyarakat Indonesia. Kepada pers di Jakarta, Selasa, Ketua FPDIP Tjahjo Kumolo mengatakan bahwa permasalahan Ahmadiyah yang dibiarkan berlarut-larut itu telah memicu kericuhan di masyarakat. Peristiwa penyerangan FPI terhadap kelompok Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Monas itu berawal dari pembiaran atas persoalan Ahmadiyah itu. Permasalahan tersebut menjadi polemik berkepanjangan setelah adanya informasi bahwa Pemerintah akan mengeluarkannya Surat Keputusan Bersama yang mengatur tentang sifat dan kedudukan aliran itu di Indonesia. "Sayangnya keputusan itu tidak pernah muncul," ujar Tjahjo. Karena itu FPDIP mendesak Pemerintah agar bersikap tegas terhadap permasalahan Ahmadiyah, sesuai dengan kewenangan yang diberikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengaturan tersebut sekaligus pula sebagai wujud perlindungan dan jaminan negara terhadap seluruh umat beragama. Terkait tindak kekerasan yang dilakukan FPI kepada AKKBB, FPDIP mendesak aparat kepolisian agar segera melakukan penyidikan dan penuntutan terhadap mereka yang berperilaku anarkis itu.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008