Yogyakarta (ANTARA News) - Penebangan liar hutan di Indonesia sebagai bentuk eksploitasi terhadap kekayaan sumberdaya alam yang sudah berlangsung lama, tanpa disadari berarti sama dengan melakukan "harakiri". "Tanpa kita sadari, Indonesia tengah melakukan harakiri terhadap sumberdaya hutannya. Dan selama 30 tahun proses eksploitasi hutan nasional, justru terjadi peningkatan sejak era otonomi," kata Kepala Subdit Pemolaan dan Pengembangan Direktorat Konservasi Kawasan Ditjen PHKA, Departemen Kehutanan, Ir. Wiratno MSc,di Yogyakarta, Selasa. Eksploitasi terhadap hutan tropis semakin meningkat bahkan disertai dengan tindakan penebangan liar terjadi karena ketimpangan sebaran sumberdaya alam, selain gaya hidup boros di negara maju yang ditiru masyarakat dunia bahkan menjadi trend gaya hidup modern. "Kondisi tersebut menyebabkan ada aliran energi dari selatan ke utara dan hutan adalah salah satu sumberdaya strategis yang diperebutkan dalam globalisasi seperti ini," katanya. Menurut dia, teknologi satelit bahkan membuat negara-negara maju dapat dengan leluasa mengetahu kondisi kekayaan alam di negara lain, terutama yang terletak di belahan bumi bagian selatan. Pada saat stok kayu di hutan tropis mulai menipis, terjadi perambahan hutan ke kawasan hutan konservasi termasuk di dalamnya taman nasional, seperti Taman Nasional Tanjung Puting di Kalimantan Tengah atau di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Langkat Sumatera Utara. "Penebangan kayu secara ilegal di TNGL dapat berjalan lancar karena didukung oleh modal yang kuat, tersedianya peralatan kerja dan tenaga kerja yang mudah didapat serta dilindungi oknum aparat, pejabat, dan lemahnya pengamanan polisi kehutanan di lapangan," ujarnya. Ia mengatakan, rumitnya permasalahan dalam berbagai kasus penebangan liar, perlu mendapat dukungan dari pemerintah yang "legitimate" dan kuat, karena bila tidak maka harakiri hutan akan terus terjadi. "Politik nasional harus berpihak pada konservasi dan rehabilitasi sumberdaya hutan dan dikelola dengan nuansa investasi," lanjutnya. Jika rehabilitasi dan konservasi tersebut tidak dapat dilakukan maka hutan Indonesia, yaitu yang berada di dataran rendah Sumatera diperkirakan akan habis pada 2015 dan di Kalimantan pada 2010. Pada dasarnya, kata Wiratno, dampak kerusakan hutan tidak hanya akan dirasakan oleh masyarakat di sekitarnya tetapi mampu melewati batas negara seperti banjir, tanah longsor, kebakaran dan kabut asap. Sedangkan dampak berantai antara lain adalah menurunnya kesuburan tanah, hama, penyakit, dan kekeringan,katanya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008