bukan Soekarno enggak suka sama musik-musik itu. Tetapi Indonesia memang belum siap saat itu
Jakarta (ANTARA) - "Kenapa di kalangan engkau banyak yang tidak menentang imperialisme kebudayaan? Kenapa di kalangan engkau banyak yang masih rock n roll - rock n roll'an, dansa-dansian ala cha-cha-cha, musik musikan ala ngak ngik ngok," demikian kata Presiden Sukarno pada pidato kemerdekaan RI 17 Agustus 1959, bertajuk ”Penemuan Kembali Revolusi Kita".

Lagu-lagu barat yang dilarang tak sebatas rock n roll, tetapi juga untuk jenis musik lain seperti cha-cha, calypso, tanggo dan juga mambo.

Namun, terbitnya peraturan tersebut tak lantas membuat kreativitas para seniman mati, mereka tetap memainkan musik-musik barat yang diakali dengan sentuhan dan percampuran musik Indonesia.

Sejarawan JJ. Rizal mengatakan pelarangan yang diterbitkan pemerintah saat itu bukanlah hal buruk, karena atas kebijakan tersebut lahirlah Benyamin Sueb yang tekun menampilkan irama-irama musik Betawi.

"Padahal awalnya Benyamin sering memainkan musik barat, namun sejak ada kebijakan itu dia dapat menghadapkan musik Betawi dengan musik barat," kata dia.

Baca juga: Awal masuknya musik rock ke Indonesia

Baca juga: Cerita kebangkitan Cokelat, album #LIKE! dan konsistensi konsep rock


Pengarsip Irama Nusantara David Tarigan mengatakan dari banyak rekaman musik era tersebut, sebenarnya musisi-musisi kala itu masih memainkan jenis-jenis musik barat namun disesuaikan dengan nilai-nilai yang diatur oleh pemerintah.

"Jadi mereka mencampuri musik dengan banyak hal, dengan musik-musik tradisional misalnya, mengangkat tema kepahlawanan, formulasi rock n roll jadi seperti itu. Tapi jelas agresinya kedengeran," kata dia.

Dia menilai maksud Sukarno saat itu baik, negara Indonesia yang masih muda harus mencari jati dirinya, kalau jati dirinya sudah kuat maka tidak akan terpengaruh dengan nilai budaya yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia.

"Apalagi pengaruh datang dalam bentuk yang mutakhir, lebih agresif, maka dia semakin hati-hati. Biar Indonesia kuat dulu deh, bukan Soekarno enggak suka sama musik-musik itu. Tetapi Indonesia memang belum siap saat itu," kata dia.

Baca juga: Cokelat pilih bikin lagu baru ketimbang daur ulang "Tembang Kenangan"
 
JAKARTA, 24/6 - KONSER KOES BERSAUDARA. Personil kelompok musik era 60an Koes Bersaudara, Koesrojo alias Yok Koeswoyo menyanyikan lagu pada konser "Hiburan Rakyat Nusantara" di TMII, Jakarta, Sabtu, (23/6) malam. Konser yang digelar 10 jam nonstop itu sebagai bentuk kiprah dan eksistensi 50 tahun bermusik Koes Bersaudara. FOTO ANTARA/Agus Apriyanto/ed/Spt/12 (ANTARA/Agus Apriyanto)

Akal-akalan Dara Puspita

Salah satu cerita yang paling terkenal mengenai pelarangan musik "ngak-ngik-ngok" tersebut adalah dipenjaranya Koes Bersaudara saat memainkan lagu grup musik Inggris The Beatles pada makan malam di Djatipetamburan pada 24 Juni 1965.

Pada peristiwa tersebut sebenarnya tidak hanya ada Koes Bersaudara, tetapi juga ada Dara Puspita, band asal Surabaya yang semua personelnya adalah perempuan.

Menurut cerita yang David dapat dari Titiek Hamzah --salah satu personil Dara Puspita--, pemahaman aparat tentang musik yang boleh dan tidak boleh juga tidak memiliki aturan baku.

"Pada peristiwa yang sama dengan ditangkapnya Koes Bersaudara, Dara Puspita juga harus wajib lapor dalam kurun waktu tertentu. Namun wajib lapornya lucu. Mereka datang, lalu di sana ada alat band. Jadi di depan kejaksaan dan segala macamnya mereka disuruh main musik," kata dia.

Saat wajib lapor, Dara Puspita disuruh memainkan lagu yang boleh dan tidak boleh. Misalnya saat disuruh memainkan lagu yang boleh, mereka akan memainkan lagu "Burung Kakak Tua", dan ketika disuruh memanikan lagu yang tak boleh mereka memainkan lagu-lagu The Beatles.

Baca juga: Kata Nicky Astria soal sulitnya mencari "Lady Rocker" masa kini

Baca juga: Didekati 1,5 tahun, akhirnya Nicky Astria mau gelar konser


Infografis:
 
Bing Slamet, legenda musik Indonesia
Bing Slamet, legenda musik Indonesia


Tetapi dalam salah satu sesi wajib lapor, kuartet perempuan ini iseng memainkan tembang "I Can't Get No (Satisfaction)" milik The Rolling Stones. Ketika ditanya oleh petugas lagu apa yang mereka bawakan, Dara Puspita menyebut kalau itu adalah lagu Rolling Stones bukan The Beatles. Anehnya, petugas malah membolehkan.

David mengatakan, apa yang dilakukan oleh Dara Puspita menunjukkan bahwa nilai lagu yang boleh dan tidak boleh saat itu hanya sebatas lagu The Beatles atau bukan.

"Makanya kalau kita dengar lagu "Mari-Mari" yang dibawakan Dara Puspita itu awalannya kan intronya "I Can't Get No (Satisfaction)", nah itu sebenarnya mereka sedang mengejek, dan itu bentuk perlawanan, nah bagi gue itu rock n roll," kata dia.

Dia menilai Dara Puspita menawarkan yang belum pernah ada sebelumnya di Indonesia, Dara Puspita adalah band yang pertama kali memainkan rock n roll secara utuh.

"Mereka itu ingusan banget, amatir banget, mereka main musik itu senang-senang saja, apa yang ditampilkan Dara Puspita banyak yang suka, urakan banget. Ekspresi rock n roll sebenarnya ya seperti itu menurut gue," kata dia.

Baca juga: Resep nge-band awet ala Ahmad Albar dan Eet Sjahranie

Baca juga: Jakarta Rock Space hadirkan Godbless, Edane, hingga Jamrud

Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2019