Bengkulu (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri Hasan Wirajuda di Bengkulu menyatakan akan segera membalas surat Kongres Amerika Serikat yang meminta agar pemerintah Indonesia melepaskan dua separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) Filep Karma dan Yusak Pakage yang kini ditahan terkait pengibaran bendera Bintang Kejora. "Kita akan membalas surat itu selekasnya dan pada intinya kita akan meminta agar pemerintah Amerika Serikat menghormati keputusan hukum yang ada di negara kita ini," kata Menlu menjawab ANTARA News usai meresmikan dua Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Bengkulu Utara bantuan Departemen Luar Negeri, Sabtu. Hasan Wirayuda mengatakan, surat yang ditandatangani 40 anggota Kongres AS tersebut menyatakan keprihatinan terhadap penangkapan atas dua separatis tersebut dan meminta agar pemerintah Indonesia membebaskan keduanya. Atas permintaan ini Menlu mengatakan, dalam surat balasan tersebut juga akan dijelaskan prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) yang diterapkan negara Indonesia. "Kebebasan HAM bukan berarti tidak bertanggungjawab, perbuatan kedua separatis ini meresahkan dan masuk dalam tindakan pembangkangan terhadap apa yang disepakati bersama sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," ujarnya. Tindakan kedua separatis yang tengah menjalani hukuman 14 tahun penjara tersebut berpotensi mengganggu stabilitas negara. Setiap tindakan serupa akan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Sementara itu, anggota Komisi I DPR RI Affifudin Thaib yang juga menghadiri peresmian kedua SD tersebut mengatakan, pemerintah tidak perlu menanggapi surat tersebut. Menurut dia, surat yang berbentuk intervensi terhadap pemerintah Indonesia ini sebaiknya diabaikan saja. "Tidak perlu ada tanggapan, kita ini negara berdaulat dan urusan hukum di negara kita adalah urusan kita," katanya. Anggota DPR dari daerah pemilihan Provinsi Bengkulu ini juga mengatakan, tidak ada pelanggaran HAM dalam penahanan kedua separatis tersebutm yang ada keduanya saat ini tengah menjalani proses hukum mulai dari penyidikan, penuntutan dan pengadilan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008