Jakarta (ANTARA News) - Komisi I DPR akan memprioritaskan dan mempercepat pembahasan pengadaan jet tempur Sukhoi TNI Angkatan Udara dari Rusia. "Prioritas paling tinggi. Kalau bisa selesai minggu depan," kata anggota Komisi I DPR dari Fraksi PAN, Djoko Susilo, di Jakarta, Minggu, mengenai pengadaan Sukhoi yang masih menunggu persetujuan DPR. Komisi I DPR antara lain membidangi soal pertahanan, luar negeri, dan TNI. Sebelumnya Dirjen Sarana Pertahanan Departemen Pertahanan, Marsekal Muda TNI Eris Herriyanto di Jakarta, Sabtu (20/9), mengatakan kedatangan tiga unit pesawat jet tempur Sukhoi TNI Angkatan Udara dari Rusia hingga kini masih menunggu persetujuan DPR. "Sekarang kami masih menunggu persetujuan DPR karena tanpa persetujuan L/C tak bisa keluar. Memang lama, tapi ini prosedur dan mekanisme yang harus dijalankan. Kita tunggu saja," kata Eris. Djoko mengatakan, Komisi I DPR tidak bermaksud memperlambat pengadaan pesawat tersebut. Ia menjelaskan bahwa surat tentang pengadaan pesawat itu masuk baru-baru ini, padahal Komisi I DPR sudah mempunyai agenda seperti membahas Piagam ASEAN. "Kalau surat masuk langsung dibahas, orang menuduh ada apa," katanya. Dikatakannya, jika ada pengajuan pembahasan sesuatu hal, maka Komisi I perlu mengatur jadwal kembali. Selain itu, katanya, saat ini panitia anggaran juga sibuk menuntaskan Rancangan APBN. Jadi, katanya, harus ada prosedurnya. "Dibahas dulu di tingkat kelompok kerja pertahanan, laporkan ke komisi, dan kemudian DPR. Kami kan, juga harus tahu kontraknya seperti apa, banknya dan sebagainya," kata Djoko. Djoko mengatakan secara pribadi mendukung pengadaan pesawat Sukhoi tersebut. Rapat pertama, katanya, akan dilakukan dengan Dephan yang mempunyai program pengadaan itu. "Dephan harus jelaskan tentang program itu dulu, baru kami ambil keputusan. Tidak lama, kok," katanya. Bahkan Djoko berharap pembahasan itu bisa dilakukan minggu depan. Ditanya apakah pengadaan tersebut bisa dilakukan sebelum TNI memperingati hari jadi pada 5 Oktober mendatang, Djoko berharap hal itu bisa terjadi, namun tidak hanya tergantung DPR. (*)

Copyright © ANTARA 2008