Jakarta, (ANTARA News) - Jurubicara Kepresidenan Andi Mallarangeng mengatakan, hingga saat ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belum menanggapi permintaan Rizal Ramli untuk bisa bertemu terkait dengan rencana penetapan ekonom itu sebagai tersangka. "Untuk apa bertemu, apakah akan diterima atau tidak saya tidak tahu, masa mau ketemu Presiden tapi kemudian membuat pernyataan seperti itu," kata Andi di Kantor Kepresidenan Jakarta, Rabu, menanggapi pernyataan Rizal Ramli sebelumnya yang ingin bertemu Presiden dan berdiskusi usai Lebaran terkait masalah yang dihadapinya. Lebih lanjut Andi menjelaskan bahwa sejumlah pandangan Rizal Ramli tentang Presiden tidaklah benar. "Saat ini justru demokrasi kita semakin mekar, bahkan disebut majalah minggu lalu menurunkan laporan tentang demokrasi Indonesia yang makin membaik," kata Andi merujuk artikel di Times. Dia menambahkan, Indonesia saat ini menjadi negara demokrasi terbesar ketiga di dunia dan dapat dijadikan sebagai contoh kampanye demokrasi di Asia dengan indikator kebebasan berbicara, berkumpul dan juga kebebasan pers. "Semua orang bebas berpendapat dan boleh saja melakukan aksi demonstrasi di depan istana bahkan hingga tiga kali sehari, layaknya minum obat, namun jangan sampai anarkis dan melakukan kekerasan. Kalau itu terjadi maka harus dilakukan proses hukum," tegasnya. Sementara itu, menanggapi adanya wacana bahwa Amien Rais pun ingin ikut bertemu Presiden dan berdebat di Istana Kepresidenan, Andi mengatakan hal itu ada waktunya. "Ada waktunya bila ingin berdebat, KPU (Komisi Pemilihan Umum) juga akan mengatur jadwal debat itu. Presiden sendiri saat ini belum mengajukan diri sebagai calon presiden," katanya. Keinginan untuk berdebat itu, tambah Andi, bisa saja dilakukan pada saat pemilihan presiden mendatang karena sudah ada dalam proses Pilpres yang disusun oleh KPU. Pekan lalu, Direktur I Badan Reserse Kriminal Polri, Brigjen Pol Badrootin Haiti mengatakan, penyidik telah memiliki bukti permulaan yang cukup untuk menentukan mantan Menteri Perekonomian yang juga Ketua Umum Komite Bangkit Indonesia (KBI) Rizal Ramli sebagai tersangka dalam kasus unjuk rasa yang berakhir anarkis di Jakarta menjelang kenaikan bahan bakar minyak Mei - Juni 2008. Ia menyatakan, pemanggilan terhadap Rizal Ramli sebagai tersangka dilakukan setelah berkas tersangka Ferry Joko Yuliantono, Sekjen KBI, selesai diproses. Polisi akan menjerat Ramli dengan pasal 160 KUHP juncto pasal 55 dan 56 KUHP tentang penghasutan. Pada 19 Agustus 2008, Rizal Ramli membantah bahwa organisasi yang dipimpinnya ikut mendanai sejumlah aksi unjuk rasa yang menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Ia mengakui, bahwa memang ada pengeluaran dana dari KBI untuk berbagai kegiatan dan kunjungan ke daerah namun tidak ada dana untuk aksi unjuk rasa yang anarkhis itu. Soal aksi unjuk rasa pada 24 Juni 2008 yang berlangsung di depan gedung DPR yang berakhir anarkis, Rizal menampik tudingan bahwa unjuk rasa itu terkait dengan KBI.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008