Jakarta, (ANTARA News) - Peringkat resiko Indonesia dapat anjlok jika masalah Bank Indover melebar ke pemerintah, kata ekonom Standar Chartered Bank (SCB) Fauzi Ichsan, di Jakarta, Selasa. "Selama pemerintah bisa meyakinkan investor perbankan global bahwa kalapun masalah Indover melebar, arahnya ke Bank Indonesia (BI) bukan ke pemerintah, maka peringkat risiko Indonesia aman," katanya di Gedung Djuanda I Depkeu Jakarta. Menurut dia, investor diharapkan dapat melihat Bank Indover sebagai institusi yang tidak terkait 100 persen dengan pemerintah. "Kita berharap investor melihat Indover hanya sebagai debitur saja. Memang sulit karena Indover dimiliki BI, namun diharapkan BI bisa selesaikan kasus ini secepatnya," katanya. Menurut dia, pemerintah agar meyakinkan pasar surat utang global bahwa semua obligasi pemerintah pasti akan dibayar sehingga dampak likuidasi Bank Indover bisa diperkecil. Ia menyebutkan, salah satu cara meyakinkan adalah dibayarnya semua kewajiban pemerintah sesuai kontrak. "Itu akan memberi confidence terhadap pasar bahwa kalau Indover dilikuidasi, pemerintah tetap membayar kewajibannya," katanya. Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa pemerintah tidak ada sangkut pautnya dengan pemilik dan kegiatan Indover. Menurut Menkeu, BI sebagai pemilik Indover tidak pernah memberitahu atau meminta persetujuan kepada pemerintah terkait dengan penerbitan surat jaminan atau letter of support BI untuk Indover. Dalam surat jaminan itu disebutkan, pemerintah RI terikat atau menjamin bahwa surat jaminan itu akan tetap berlaku terhadap pemerintah Indonesia. "Pencantuman klausul mengenai penjaminan pemerintah itu tidak benar dan menyesatkan atau palsu serta merupakan tindakan melawan hukum sehingga tidak mengikat pemerintah," kata Menkeu. Selain itu, pemerintah tidak pernah mengeluarkan kebijakan dalam bentuk apapun, baik dalam bentuk perjanjian atas kegiatan operasional atau perjanjian utang yang dilakukan Indover, termasuk utang Indover kepada pihak manapun.(*)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008