Yogyakarta (ANTARA News) - Ditjen Perhubungan Darat (Hubda) Departemen Perhubungan memperkirakan setiap tahun 17.000 orang meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas.

"Dari jumlah itu sekitar 90 persen disebabkan perilaku manusia termasuk di dalamnya penggunaan kecepatan yang sangat tinggi ketika mengemudi," kata Dirjen Hubla Soerojo Alimoeso di sela Workshop Indonesia Speed Management di Yogyakarta, Kamis.

Ia mengatakan, salah satu penyebab kecelakaan lalu lintas adalah perilaku pengemudi melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi.

"Karena itu perlu ada ada regulasi dalam pengaturan pembatasan kecepatan kendaraan, di antaranya dengan teknologi yang mengatur kecepatan kendaraan dalam batas tertentu," ujarnya.

Suatu saat nanti dimungkinkan ada pembatasan kecepatan kendaraan bermotor khususnya sepeda motor, meski masih perlu dikaji dampak yang ditimbulkannya baik secara ekonomis, teknis maupun sosiologis.

Menurut Dirjen Hubda, perkembangan teknologi kendaraan bermotor saat ini mengalami kemajuan yang sangat berarti khususnya berkaitan dengan tingkat kemampuan akselerasi atau percepatan kendaraan, yang pada akhirnya menyebabkan kemampuan kecepatan kendaraan kian tinggi.

"Cara yang paling mudah untuk mengetahui kecepatan kendaraan bermotor pada kendaraan bermotor adalah alat penunjuk kecepatan atau speedometer. Alat ini dapat menunjukkan kecepatan yang mampu dijalankan kendaraan bermotor," katanya.

Pada generasi pertama kecepatan tertinggi yang dapat dicapai kendaraan bermotor sebesar tujuh Mph atau 11,27 km per jam, tetapi saat ini speedometer kendaran bermotor keluaran terbaru dapat mencapai kecepatan 155 Mph atau 250 km per jam.

"Dalam hal ini juga diperlukan adanya skema pengawasan kecepatan lalu lintas baik secara konvensional maupun modern dengan memperkenalkan teknologi yang lebih canggih, apalagi perilaku pengemudi sangat berpengaruh dalam mengendaliklan kecepatan kendaraan," ujarnya.

Ia mengatakan, lalu lintas yang nyaman memerlukan pengendalian terhadap batas kecepatan kendaran bermotor khususnya pada ruas jalan tertentu atau seluruh jaringan jalan, sehingga

dengan batas kecepatan tersebut kendaraan dapat melintas dengan lancar, tertib dan selamat tanpa mengurangi efisiensi pergerakan kendaraan bermotor melalui langkah manajemen dan rekayasa lalu lintas dan penegakan hukum yang tegas.

"Diharapkan pada 2015 persiapan sarana dan prasarana teknologi pengaturan hukum dan perilaku pengemudi yang tertib sudah dapat mendukung ke arah zero percent accident (kecelakaan nol persen)," katanya.
(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008