Peshawar, Pakistan (ANTARA News/AFP) - Serangan bom bunuh diri terhadap sebuah masjid di Pakistan baratlaut Jumat menewaskan 38 orang dan mencederai puluhan lain dalam serangan paling mematikan semacam itu dalam lebih dari dua bulan ini.

Bom itu meledak di masjid yang dipadati umat Islam itu, yang terletak di desa perbukitan terpencil Hayagai Sharqai di Upper Dir, yang berbatasan dengan Swat, dimana militer memusatkan serangan-serangan udara dan darat terhadap Taliban.

Polisi mengatakan, serangan itu terjadi ketika masjid tersebut dipadati umat yang sedang menunaikan sholat Jumat.

Malik Naveed Khanm, kepala kepolisian Provinsi Perbatasan Baratlaut, mengatakan, 38 orang tewas dan 50 lain cedera dalam pemboman tersebut.

"Kami khawatir jumlah kematian akan meningkat menjadi 45 karena sejumlah orang masih terperangkap di antara puing-puing. Pekerjaan penyelamatan masih terus dilakukan," kata Atif-ur-Rehman, pejabat tinggi pemerintah di Upper Dir kepada AFP melalui telefon.

"Halaman masjid itu bernoda darah dan daging manusia," tambahnya.

Rehman mengatakan, penyerang memasuki masjid tersebut sesaat sebelum sholat Jumat dilaksanakan.

"Ketika ia berusaha memasuki kerumunan massa, sejumlah orang curiga dan berusaha menangkapnya. Selama pergumulan ia meledakkan dirinya," kata Rehman.

"Penduduk desa, bahkan wanita, keluar dari rumah mereka dan mereka harus mengidentifikasi keluarga mereka yang tewas melalui pakaian mereka," tambahnya.

Pejabat kepolisian Ataullah Khan mengatakan, 32 korban tewas telah diidentifikasi, dan ia menyebut jumlah korban cedera 70.

"Kami masih mengangkat mayat dan bagian-bagian tubuh," katanya, dengan menyebut masjid itu "rusak parah".

Penyerang bom biasanya mengincar masjid-masjid sebagai sasaran di Pakistan, dimana lebih dari 1.900 orang tewas dalam gelombang serangan bom militan di negara itu sejak pasukan pemerintah mengepung orang-orang bersenjata di sebuah masjid di Islamabad pada Juli 2007.

Pada Maret 27, serangan bom bunuh diri di Jamrud, juga di Pakistan baratlaut, menewaskan sekitar 50 orang dalam salah satu serangan paling mematikan terhadap sebuah masjid pada saat sholat Jumat di negara itu.

Belum ada pihak yang segera mengklaim bertanggung jawab atas serangan terakhir itu, namun terjadi gelombang pemboman di Provinsi Perbatasan Baratlaut sejak militer melancarkan serangan terhadap militan pada akhir April, yang menyoroti kekhawatiran mengenai berkobarnya kekerasan militan.

AS sangat mendukung operasi militer itu, yang dilakukan di bawah tekanan Washington dan di tengah peringatan bahwa militan muslim menimbulkan ancaman keberadaan negara itu dan sedang merencanakan serangan-serangan terhadap Barat.

Jumat, tiga prajurit tewas dan dua lain cedera ketika sebuah bom pinggir jalan menyerang patroli mereka di kawasan suku Waziristan Selatan antara Jandola dan Spinka Raghzai, kata seorang pejabat militer.

Serangan bom serupa Kamis menewaksan lima polisi dan seorang perwira militer di dekat kota Mardan di wilayah baratlaut, sebuah daerah dimana banyak dua juta orang yang meninggalkan rumah mereka karena ofensif militer Pakistan berlindung di kamp-kamp pengungsian.

Penduduk sipil berhamburan lagi keluar dari rumah-rumah mereka di Swat pada Jumat setelah perintah pengungsian dari militer dan mereka memanfaatkan penghentian larangan keluar rumah menjelang operasi yang mungkin dipusatkan di desa-desa mereka, kata sejumlah pejabat.

Helikopter-helikopoter militer menjatuhkan selebaran pada tengah malam di desa-desa dalam radius lima kilometer dari kota utama Swat, Mingora, yang kata militer telah mereka kuasai lagi dari Taliban pada Sabtu lalu, kata beberapa pejabat.

Militer melancarkan ofensif di wilayah baralaut enam pekan lalu setelah Taliban bergerak maju hingga jarak 100 kilometer dari Islamabad, dalam pelanggaran atas perjanjian yang disepakati pada Februari untuk memberlakukan hukum sharia bagi tiga juta orang di kawasan itu sebagai imbalan atas perdamaian.

Deputi dan jurubicara ulama garis keras yang merundingkan perjanjian itu ditangkap pada Kamis, kata sejumlah pejabat.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009